"Sehingga perbuatan itu, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana, posisi terdakwa Baiq Nuril sebagai terdakwa dilimpahkan kejaksaan kemudian diadili di Mataram, putus berlanjut sampai kasasi. Berdasarkan dakwaan pentuntut umum dakwaan tunggal pasal 27 ayat 1," ujar Andi.
Dari hal tersebut, Andi menyebut majelis hakim kasasi MA menyatakan Nuril terbukti secara meyakinkan bersalah karena menyiarkan secara ilegal rekaman percakapan yang mengandung muatan kesusilaan.
"(Nuril) dihukum penjara 6 bulan denda 500 juta kalau tidak (bayar denda) dipenjara 3 bulan kurungan. Baiq nuril mengajukan Peninjauan Kembali ke MA. Lembaga peninjauan kembali memang diatur 263 ayat 2 KUHP, ada tiga alasan memungkinkan orang melakukan tinjauan kembali. Putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht)," ujarnya.
Untuk diketahui, polemik ini mencuat setelah beredarnya rekaman telepon Muslim, mantan kepala sekolah SMA Negeri 7 Mataram dengan Baiq Nuril. Dalam rekaman tersebut Muslim diduga melakukan pelecehan seksual secara verbal dengan menceritakan hal-hal berbau seksual kepada Nuril yang pada saat itu merupakan staf honorer di SMA tersebut. Tak tahan terus menjadi korban, Nuril diduga menyebarkan rekaman itu.
Muslim yang tidak terima rekaman itu beredar lantas melaporkan Baiq Nuril ke polisi pada 2015. Sementara Baiq Nuril pun akhirnya diberhentikan dari pekerjaannya akibat kasus tersebut.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Mataram, majelis hakim memutus bebas Baiq Nuril. Namun jaksa mengajukan upaya hukum kasasi. MA pada 26 September 2018 mengabulkan kasasi tersebut sehingga Nuril dihukum enam bulan penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Baiq Nuril pun mengajukan PK. Sayang, harapannya bebas kandas.
Saat ini, Baiq Nuril sedang mengajukan pengampunan (amnesti) ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tim kuasa hukum sedang menyusun permohonan pengampuan dan berkomunkasi dengan intens dengan Kantor Staf Kepresidenan (KSP). Permohonan pengampuan akan diajukan pada Kamis atau Jumat ke Sekretariat Negara (Sekneg).