“AMDAL yang hanya bersifat administratif tanpa pengawasan implementasi di lapangan,” ujarnya.
Untuk itu, Rajiv mendorong kementerian dan lembaga terkait melakukan sinkronisasi data perizinan. Termasuk, izin pariwisata berbasis alam, kegiatan pertambangan, serta perubahan peruntukan lahan yang berpotensi melanggar rencana tata ruang wilayah dan kawasan lindung.
Lebih lanjut, Rajiv mengatakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengamanatkan prinsip pencegahan dan kehati-hatian.
“Negara tidak boleh menunggu kerusakan terjadi baru bertindak. Evaluasi izin harus menjadi langkah korektif untuk mencegah kerusakan yang lebih luas dan permanen,” katanya.