Menurut mantan Panglima TNI ini, mafia judi online licin berkelit dengan modus yang terus berubah. Ketika marak pemblokiran situs judi online, para mafia memberi akses virtual private network (VPN) gratis ke korbannya untuk bisa masuk lewat pintu belakang.
Mereka juga menempelkan internet protocol (IP) di berbagai situs resmi di dalam dan luar negeri, termasuk milik pemerintah.
”Cara pembayarannya juga berubah-ubah. Mulai rekening biasa, dompet digital, pulsa hingga mata uang kripto. Permasalahannya, server judi online itu ada di luar negeri, di negara yang melegalkan judi,” bebernya.
Meski begitu, Hadi menyatakan tren judi online saat ini menunjukkan penurunan setelah pemerintah menggencarkan kampanye antijudi online dan penggerebekan di sejumlah lokasi. Mengacu data PPATK, Hadi menyebutkan kerugian ekonomi akibat judi online pada 2024 berhasil ditekan di angka Rp297 triliun dari potensi sebesar Rp900 triliun.
Dia mengingatkan, penurunan tren ini jangan sampai membuat semua pihak lengah. Kemenko Polhukam, kata dia, getol membagi data oknum yang terlibat judi online kepada pimpinan kementerian, lembaga hingga pemda untuk diberi sanksi sebagai efek jera.
“Jangan sampai masyarakat banyak dirugikan dan jadi korban. Misal, dana bantuan sosial dipakai untuk judi. Ini kan menyengsarakan masyarakat. Jangan main-main,” tegasnya.