Adapun, komponen biaya itu meliputi biaya persyaratan menjadi CPMI, seperti surat keterangan sehat, sertifikat bukti kompetensi, dan kepersertaan BPJS kesehatan. Kemudian, biaya proses, yakni pelatihan kerja, transportasi dan akomodasi menuju tempat seleksi, serta biaya penempatan yang mencakup pembuatan paspor, medical check up, psikotes, tiket, dan visa.
"Pada negara tertentu seperti Malaysia, komponen biaya ditanggung oleh pemberi kerja. Namun pada negara lain seperti Taiwan, Hongkong, dan Korea, tidak semua komponen biaya itu ditanggung pemberi kerja atau pemerintah. Perlu ada kesepakatan antara negara pengirim dengan negara penerima tenaga kerja dalam koridor UU yang berlaku di Indonesia," katanya.
Moeldoko menjelaskan, pemerintah sebenarnya sudah memberikan solusi untuk pembiayaan penempatan pekerja migran dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui perbankan. Hal itu, diatur dalam Peraturan Menko Perekonomian No 1/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Namun, ungkap Moeldoko, berdasarkan data Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) Kementerian Keuangan per 15 Juli 2022, dari alokasi anggaran sebesar Rp 390 miliar pada 2022, KUR yang terserap untuk CPMI baru 5 persennya atau Rp17,6 miliar.
"Dari hasil verlap tadi, calon pekerja migran mengaku kesulitan mengajukan KUR karena belum ada aturan tentang komponen biaya penempatan yang menjadi salah satu persyaratan untuk perbankan dalam menyalurkan KUR. Selain itu persyaratan tambahan bank penyalur KUR dirasa memberatkan karena harus ada jaminan cash deposit seratus persen," tururnya.