Zainal Abidin
Pegiat Kemandirian Dompet Dhuafa, Akademisi Sekolah Bisnis Prasetiya Mulya
AKTIVITAS awal lembaga yang tercetus tanpa rencana matang biasanya dibiayai secara swadaya. Dengan dana awal seadanya serta pengetahuan yang juga ala kadarnya, aktivitas filantropi dimulai. Satu-dua aktivitas mulai dilakukan walau minim anggaran. Dasarnya hanya kerelawanan, dengan keinginan kuat untuk membantu mereka yang membutuhkan.
Nyaris belum terpikirkan untuk memutar organisasi secara terstruktur. Jangankan profesional, para aktivis pendahulu itu seringkali tidak terlalu memikirkan upah bagi tenaga dan pikiran yang mereka curahkan. Bahkan ongkos wira-wiri bisa jadi didapat dari mengorek kocek sendiri. Aspek legalitas mungkin saja luput dari perhatian.
Kepercayaan publik semakin meningkat, lalu lembaga ini mulai menata barisan. Jumlah personel bertambah seiring perkembangan. Pembagian tugas pun sudah mulai dijalankan. Aliran dana mulai masuk lebih teratur, membutuhkan sistem pelaporan yang lebih rinci. Bahkan, audit eksternal merupakan salah satu kegiatan yang penting dilaksanakan untuk terus meningkatkan kepercayaan publik. Sayangnya, hanya segelintir lembaga saja yang menaruh perhatian pada hal penting ini.
Legalitas pun mulai diberesi satu per satu. Aktivitas lembaga juga mulai terprogram dan semakin banyak. Sebaran penyaluran dana mulai meluas. Konsekuensinya, biaya penyalurannya meningkat. Godaan, biasanya muncul di sini. Aliran dana yang semakin banyak masuk ke kocek lembaga, sedikit-banyak mengubah perilaku pengelola. Beberapa tahun lalu mencuat berita, sebuah lembaga filantropi yang mengaku belum menyalurkan donasi dari masyarakat sebesar Rp1,2 miliar dan membelanjakan sebagian dananya untuk membeli mobil Fortuner dan iPhone edisi terbaru. Masalah ini dianggap selesai setelah sang pengelola berjumpa dengan Menteri Sosial saat itu dan menyerahkan sisa dana yang belum disalurkan kepada lembaga sejenis yang lebih besar.
Perubahan terus terjadi di berbagai sektor. Pembiayaan kegiatan yang semula swadaya, mulai mengalami pergeseran. Beberapa komponen biaya, diambil dari dana terhimpun. Administrasi dan transportasi adalah dua hal yang semakin butuh anggaran karena sudah tidak mungkin lagi dibiayai dari kocek pribadi. Itu memang dibenarkan secara hukum (negara dan atau agama).
Komponen biaya lain yang bisa diambil dari dana terhimpun adalah untuk gaji para aktivis lembaga, sehingga mereka layak disebut karyawan. Selain itu, ada juga pengeluaran lembaga untuk iklan di media (cetak, elektronik dan atau sosial media), serta berbagai keperluan, antara lain program rekrutmen karyawan, sosialisasi program maupun publikasi laporan keuangan.
Perkembangan lembaga, dari sebuah organisasi kecil berbasis kerelawanan menjadi organisasi modern yang tertata secara struktural, ternyata menyisakan riak-riak masalah yang jika tidak segera diselesaikan akan semakin menggulung bagaikan bola salju. Salah satu masalah itu adalah inefisiensi.