Terlebih, konstruksi pengerjaan proyek tersebut hingga kini baru mencapai 30% dari target 100% pada 2022.
Di sisi lain, hasil penerimaan tol dari akhir masa konsesi pada 31 Maret 2025 hingga saat ini seharusnya menjadi penerimaan negara, dan dikembalikan kepada negara beserta bunganya sekitar Rp500 miliar.
Kejanggalan itu sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 17/LHP/XVII/05/2024 Tanggal 21 Mei 2024. Dalam laporan itu, BPK menemukan penambahan ruang lingkup tidak sesuai ketentuan, karena secara langsung tanpa melalui proses pelelangan.
Selain itu, proyek tol yang tak kunjung rampung tersebut mengakibatkan pemerintah tidak dapat manfaat akibat terlambat penyelesaiannya. Bahkan, terjadi pula keterlambatan pengadaan tanah dan pelaksanaan konstruksi yang tidak sesuai jadwal.
Di sisi lain, BPK menyatakan, pemerintah tidak memperoleh jaminan atas pendanaan BUJT dalam pembangunan konstruksi, karena belum tercapainya pemenuhan financial close. BPK juga menilai ada potensi tidak terjaminnya kualitas pekerjaan konstruksi sesuai spesifikasi yang telah ditentukan lantaran belum adanya konsultan PMI.
Dengan demikian, BPK merekomendasikan menteri PUPR untuk mengevaluasi ulang terhadap penunjukan langsung kepada PT CMNP terkait penambahan ruang lingkup berupa pengembangan jalan tol Ir Wiyoto Wiyono Msc.
Kemudian, mengevaluasi ulang pemberian perpanjangan masa konsesi PPJT Ruas Cawang-Tanjung, Priok-Ancol, Timur-Jembatan Tiga/Pluit yang belum sesuai ketentuan.