Setelah melalui proses verifikasi yang panjang, pada tahun 2022, Mendagri mengeluarkan Keputusan mengenai status 4 pulau tersebut dalam Kepmendagri tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau.
Selanjutnya pada tahun 2025, Kemendagri kembali mengeluarkan Keputusan Mendagri tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, dan Pulau. Pada Kepmendagri nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 status empat pulau tersebut masih di wilayah Sumut sama seperti di Kepmendagri tahun 2022.
Basarin mengatakan, pemerintah daerah tidak punya wewenang untuk memindahkan suatu batas wilayah. Kewenangan itu ada pada pemerintah pusat. Menurutnya keputusan Kemendagri pun memiliki dasar dan berpedoman dari lintas keilmuan terkait.
“Jadi pemindahan pulau ini bukan wewenang pemerintah daerah, Pemprov Sumut mempedomani Keputusan yang telah ditetapkan Mendagri, proses penetapannya panjang bukan setahun dua tahun, melibatkan bermacam instansi dan lembaga bahkan lintas keilmuan seperti topografi dan semacamnya, meski begitu kita juga terbuka apabila ada kajian ulang atau semacamnya,” katanya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan (Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal ZA mengungkapkan, penetapan status administrasi Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang telah melalui proses verifikasi oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Setelah seluruh tahapan dilalui, status keempat pulau tersebut kemudian ditetapkan secara resmi melalui Kepmendagri.
Safrizal menceritakan, proses verifikasi telah dilakukan sejak 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi melakukan verifikasi pulau di Provinsi Sumut dan Aceh. Tim tersebut terdiri dari Kemendagri, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) – kini Badan Informasi Geospasial (BIG), Dishidros TNI AL, pakar toponimi, serta pemerintah daerah (Pemda) terkait.