Pinangki menjelaskan penyampaian informasi soal Djoko Tjandra kepada Aryo memang sudah direncanakan sejak awal. Sebab, upaya eksekusi seseorang memang harus melalui Direktorat Uheksi.
"Itu rencana kenapa saya sampaikan ke Aryo karena memang rencana awalnya, kalau melakukan eksekusi, eksekusinya harus lewat dia karena saya tidak tahu eksekusinya biasanya lewat siapa," katanya.
Dalam perkara ini, Pinangki Sirna Malasari didakwa menerima uang senilai 500.000 Dolar AS dari 1 juta Dolar AS yang dijanjikan Djoko Soegiarto Tjandra. Uang tersebut digunakan untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) melalui Kejaksaan Agung (Kejagung).
Fatwa MA dibutuhkan agar pidana penjara yang dijatuhkan pada Djoko Tjandra berdasarkan putusan PK (Peninjauan Kembali) Nomor 12 Tanggal 11 Juni 2009 terkait dengan perkara pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali agar tidak bisa dieksekusi. Tujuannya agar Djoko Tjandra bisa kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman pidana.
Jaksa pun mendakwa Pinangki melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) subsider Pasal 11 UU Tipikor.
Tidak hanya itu, Pinangki juga didakwa Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencucian uang serta didakwa terkait pemufakatan jahat pada Pasal 15 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor subsider Pasal 15 jo Pasal 13 UU Tipikor.