Taher memastikan, aturan tersebut tidak melarang istri bekerja. Namun, dalam persoalan ini harus ada solusi semacam penitipan anak.
"Kalau tidak seperti itu anak diasuh siapa, pengasuh anak di rumah yang menjadi tanggung jawab ibu itu loh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait dengan persoalan perkawinan hak asasi kepada ibu. Bapak adalah kepala rumah tangga, ibu adalah ibu rumah tangga," ujarnya.
Atas pertimbangan itulah, Taher memandang perlu pasal yang mengatur kewajiban istri mengurus rumah tangga. Dia juga tidak ingin jika pasal tersebut disalahartikan sebagai bentuk diskriminasi terhadap gender.
"Jelas itu persoalannya mau menyelamatkan generasi muda yang akan datang enggak nih, anak ini ya. Jangan dianggap sebagai sebuah pelanggaran penistaan atau diskriminasi gender. Tidak begitu karena kebahagiaan keluarga itu bergantung kepada bagaimana ibu," katanya.
"Ibu yang memiliki hak asuh terhadap anak ketika tumbuh kembang, harus dilihat, jangan 'oh itu persoalan gender'. Enggak ini bukan persoalan gender, ini persoalan anak," ujarnya.