Selain Fahri Hamzah, Insank mengatakan, pihaknya akan mempersiapkan ahli lainnya. Namun, dia enggan menyebutkannya.
"Kita liat dulu saksi-saksi JPU dan kami akan meng-counter, jadi nanti kita lihat (background keilmuan) ahli pidana, ahli ITE, ahli bahasa," tambah Insank.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ratna Sarumpaet atas kasus hoaks dengan pasal berlapis. Pertama, dengan peraturan hukum pidana dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," ujar JPU Payaman saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (28/2/2019).
Pada pasal itu disebutkan, barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.
Selain itu, Ratna juga didakwa dengan Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Elektronik.
Di pasal tersebut dinyatakan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).