Soekarno pelahap karya besar pujangga dunia
Republik ini didirikan oleh para pecinta buku. Tak disangsikan lagi, Soekarno adalah pembaca buku paling ambisius. Soekarno, pada usia 16 tahun telah melahap habis berbagai karya besar dunia. Dia mengagumi Thomas Jefferson dengan Declaration of Independence yang ditulis tahun 1776. Di usia belia tersebut, Ia telah paham betul gagasan George Washington, Paul Revere, hingga Abraham Lincon. Semuanya ia pelajari dari membaca.
"Aku gemar sekali belajar, gemar membaca. Sampai, boleh dikatakan, aku kadang-kadang meninggalkan pelajaran-pelajaran di sekolah, waktunya aku pakai untuk membaca buku-buku politik, yang tidak diajarkan di sekolah kepada saya. Aku membaca sejarah dunia, aku membaca sejarah bangsa-bangsa, aku membaca kitab-kitab tentang gerakan kaum buruh, aku membaca tentang gerakan Islam. Jadi, aku ini gemar membaca, oleh karena aku anggap perlu untuk mengisi otakku, mengisi pikiranku, mengisi semangatku selebar-lebar mungkin. Jendela terbuka, ide-ide itu masuk di dalam ingatanku, pikiranku itu," ujar Bung Karno.
Demikian gandrungnya Bung Karno dengan dunia ide melalui buku-buku bacaan. Pikiran-pikiran besarnya bersumber dari buku-buku yang dibacanya. Dan itu telah mengantarnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Suatu ketika, pada tahun 1950-an, sewaktu baru pindah ke Yogyakarta, anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) bertugas mengambil koran supaya tidak terlambat dibaca Bung Karno. Di kemudian hari pengiriman koran berjalan cukup lancar, sehingga anggota DKP cukup memeriksa jumlah koran supaya tidak kurang. Kalau kurang, Bung Karno pasti menanyakan.
Koran yang dibaca Sukarno, antara lain, Merdeka, Suluh Indonesia, Duta Masyarakat, Pedoman, Indonesia Raya, Sinpo, juga buletin dari kantor berita Antara. Pagi-pagi sekali, surat kabar tersebut harus sudah ada di atas meja Bung Karno. Bahkan, bila Bung Karno sedang pergi ke kamar kecil sebagian koran-koran itu dibawa serta. Demikkan dituturkan Mangil Martowidjojo, bekas komandan DKP, dalam buku Kesaksian tentang Bung Karno 1945-1967. Nampaknya, melalui koran Bung Karno mencermati dinamika sehari-hari yang sedang terjadi di masyarakat.