Motif Penyebaran
Baiq menambahkan, motif temannya itu untuk membantunya agar lepas dari tekanan atasan. Kawan Baiq Nuril tersebut juga berstatus honorer. Belakangan, ternyata teman Baiq itu menceritakan kepada tiga orang kawan lain yang berstatus guru PNS dan seorang guru honorer.
"Semua kawan-kawan saya ingin membantu saya. Setelah itu saya tidak tahu apa yang terjadi," ucap Baiq dengan menangis.
Pada 17 Maret 2015, Baiq dilaporkan karena dianggap mempermalukan atasan. Belakangan diketahui, dasar pelaporan karena rekaman tersebut telah menyebar di media sosial. Selama dua tahun dia bolak-balik menjalani pemeriksaan di Polres Mataram.
Pada 27 Maret 2017, dia kembali datang ke Polres untuk panggilan pemeriksaan lanjutan tanpa didampingi kuasa hukum sambil membawa anaknya yang berumur lima tahun. "Ternyata, saat itu saya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan. Saya ditahan sebelum saya menjalani proses sidang di PN Mataram," kata Baiq.
Baiq menjalani sidang perdana pada 4 Mei 2017 di PN Mataram dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1). Jaksa Penuntut, Ida Ayu Camuti Dewi, menuntut Baiq 6 tahun penjara dan harus membayar denda sebesar Rp500juta.
Putusan majelis hakim PN Mataram pada 26 Juli 2017 memutuskan Baiq Nuril Maknun, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Penuntut Umum. Namun, Mahkamah Agung (MA) membatalkan putusan Majelis Hakim PN Mataram pada 26 September 2018. Dalam putusannya, MA mengabulkan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pada 4 Januari 2019, Baiq melalui kuasa hukum memutuskan untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Namun, pada 4 Juli 2019, MA menyatakan menolak PK yang dia ajukan.
"Tapi, saya tidak akan pernah menyerah. Sekali lagi, bagi saya perjuangan ini adalah perjuangan untuk menegakkan harkat martabat kemanusiaan di negara tercinta ini. Saya selalu yakin kebenaran pasti akan terungkap dan keadilan pasti akan terjadi," tuturnya.