Revisi UU Pemilu Mendesak di Era Prabowo-Gibran, Adopsi Sistem MMP Solusi Politik Berbiaya Tinggi

iNews
Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah  Pengajar, Aktivis Demokrasi & Kepemiluan (Foto: Dok Pribadi)

Dr. Ferry Kurnia Rizkiyansyah 
Pengajar, Aktivis Demokrasi & Kepemiluan

REVISI Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) pada tahun 2026 mendatang harus menjadi prioritas strategis dalam satu tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Di tengah ambisi besar membangun ekonomi nasional dan memperkuat fondasi pemerintahan, pembenahan sistem politik merupakan syarat mutlak agar program-program strategis tidak tersandera oleh biaya politik yang tinggi dan ketidakefisienan struktural. 

Sistem politik Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan akut akibat praktik politik transaksional yang kian sistemik, memaksa setiap kontestasi politik menjadi ajang kompetisi finansial tanpa batas. 

Dalam situasi demikian, revisi UU Pemilu tidak hanya menjadi kebutuhan administratif, tetapi juga langkah penyelamatan terhadap masa depan demokrasi dan stabilitas fiskal negara.

Fenomena politik berbiaya tinggi adalah produk langsung dari sistem proporsional terbuka yang selama dua dekade terakhir membentuk budaya politik transaksional “beli putus”. Dalam sistem ini, calon legislatif dari satu partai saling bersaing di daerah pemilihan yang sama, mendorong mereka menghabiskan dana miliaran rupiah demi popularitas individu. 

Akibatnya, orientasi politik bergeser dari representasi publik menjadi survival personal. Begitu terpilih, mereka merasa berhak “mengembalikan modal” melalui proyek, jabatan, atau transaksi kebijakan. 

Pola ini menciptakan siklus politik yang mahal, tidak efisien, dan rentan korupsi. Di sinilah urgensi pembaruan sistem menjadi tak terelakkan. Pemerintahan Prabowo-Gibran perlu memimpin transformasi struktural dengan keberanian politik untuk mengubah arsitektur pemilu dari dasar.

Salah satu solusi konseptual yang realistis adalah mengadopsi model Mixed Member Proportional (MMP)—sistem campuran yang telah terbukti berhasil di Selandia Baru dan beberapa negara maju lain. Dalam sistem ini, setiap pemilih memiliki dua suara: satu untuk partai politik dan satu untuk calon/kader populer. Hal ini akan menghasilkan efisiensi tata kelola pemilu dari segi logistik surat suara dan penghitungan suara, termasuk proses penghitungan suara. 

Editor : Maria Christina
Artikel Terkait
Nasional
1 bulan lalu

Perbaikan Sistem Pemilu dan Parpol Perlu Didorong, Demi Lahirkan Caleg Berkompeten dan Hindari Money Politics

Nasional
1 bulan lalu

Waketum Perindo: Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat Diharapkan Bisa Koreksi Penyelenggaraan Pemilu

Nasional
2 bulan lalu

LHKP Muhammadiyah Sampaikan Usulan Reformasi Sistem Pemilu ke Golkar, Apa Saja?

Nasional
2 bulan lalu

Panas! Pimpinan Komisi II DPR Pertanyakan Kompetensi Baleg Bahas RUU Pemilu

Nasional
4 bulan lalu

Pengamat: Putusan MK Pisah Pemilu Picu Kompleksitas Baru, Dinasti Politik Bisa Menguat

Berita Terkini
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
Network Updates
News updates from 99+ regions
Personalize Your News
Get your customized local news
Login to enjoy more features and let the fun begin.
Kanal