Formula ini mengombinasikan kekuatan sistem proporsional tertutup—yang memperkuat partai politik dan kaderisasi internal—dengan sistem pluralitas mayoritas berwakil tunggal atau distrik yang menjaga akuntabilitas langsung antara wakil rakyat dan pemilihnya. Implementasi sistem MMP akan mengakhiri fragmentasi politik yang tidak produktif, memperkuat loyalitas kader terhadap partai, dan menekan biaya kampanye yang selama ini menguras sumber daya calon maupun negara.
Namun, reformasi pemilu tidak boleh berhenti pada desain sistem semata. Revisi UU Pemilu perlu menyentuh tiga dimensi struktural yang selama ini menjadi sumber kelemahan politik Indonesia: aktor, manajemen, dan keadilan pemilu. Pertama, dari sisi aktor politik, partai harus diperkuat secara institusional. Peninjauan ulang ambang batas parlemen (parliamentary threshold) penting dilakukan untuk mengakomodir dan menghargai suara rakyat secara proporsional dan hal ini semakin mengurangi disproporsionalitas atau suara yg terbuang.
Kedua, dari sisi manajemen pemilu, RUU Pemilu harus berani menjadi pemilu menggunakan basis digital dan penguatan peran dan fungsi penyelenggara pemilu yang semakin berintegritas, profesional dan kuat.
Ketiga, dari sisi keadilan pemilu, reformasi harus dirancang untuk memberantas politik uang dan premanisme yang selama ini menjadi wajah kelam demokrasi lokal. Praktik ini muncul karena sistem politik yang terlalu terbuka dan tidak terinstitusionalisasi, di mana keberhasilan kampanye ditentukan oleh uang tunai dan kelompok koersif.
Sistem MMP memberi ruang bagi partai untuk kembali menjadi tulang punggung demokrasi. Dengan struktur kaderisasi yang permanen dan organisasi yang teratur, partai akan memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk mengendalikan seluruh aktivitas kampanye dan perekrutan politik, menggantikan peran tim ad hoc yang rawan pelanggaran etika dan kriminalitas. Selain itu, mekanisme pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemilu perlu diperkuat dengan sanksi tegas, bukan sekadar administratif, melainkan pidana yang bisa memberikan efek jera.