Gabungan dua makanan ini pada awalnya hanyalah hidangan rumahan untuk menemani aktivitas warga. Namun, perpaduan rasa gurih, manis, dan legit membuatnya semakin diminati hingga akhirnya dijual secara luas.
Dikutip dari Humas Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIY, Rabu (19/11/2025), jadah tempe pertama kali dipopulerkan oleh Ngadikem Sastrodinomo, seorang carik atau juru tulis desa pada 1950-an. Makanan itu dihidangkan di warungnya yang berlokasi di Telaga Putri, Kaliurang.
Inovasi jadah tempe kala itu menarik perhatian warga, termasuk kalangan keraton. Sri Sultan Hamengkubuwono IX pun sampai menyarankan nama Mbah Carik untuk melengkapi penyebutan jadah tempe agar berbeda dengan hidangan yang lain.
Wisatawan yang berkunjung ke Kaliurang juga sering mendengar kisah jadah tempe menjadi makanan favorit Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Cerita inilah yang ikut mengangkat reputasi makanan tradisional itu hingga dikenal sebagai hidangan istimewa yang layak disuguhkan kepada tamu agung.
Selain itu, posisi Kaliurang sebagai kawasan wisata pegunungan sejak masa kolonial ikut memperluas popularitas jadah tempe. Wisatawan Belanda pada era dulu kerap membeli makanan ini karena rasa manis tempe bacem dianggap cukup ramah di lidah mereka.
Jadah tempe akhirnya menjadi identitas kuliner Kaliurang. Hidangan itu bahkan disejajarkan dengan gudeg yang menjadi simbol Yogyakarta secara keseluruhan.