"Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus," tuturnya.
Menurutnya, pada masa awal flu Spanyol terjadi, pemerintah negara-negara di dunia maupun masyarakat tidak ada yang siap. Indikasinya terlihat dari penanganan yang lamban.
Dia menyampaikan, ketika wabah penyakit mulai terjadi dan sejumlah orang mulai memperlihatkan gejala tertentu, para petinggi sejumlah negara terkesan abai dengan fenomena yang terjadi di masyarakat.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda, kata dia ketika sudah ada laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah ada banyak korban, di antaranya dari Bali dan Banyuwangi, laporan itu tertahan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara selama berbulan-bulan.
Menurut dia, masyarakat akhirnya lebih mengedepankan upaya pengobatan tradisional. Di dalam Serat Centini disebutkan sejumlah bahan-bahan alami seperti jamu yang kerap digunakan sebagai pengobatan
"Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri," ucapnya.