Ridwan Fauzi dari tim ACT Tasikmalaya, menjelaskan kondisi bangunan Pesantren Hidayatul Ihsan sudah mulai rusak. Dinding dan lantainya mulai lapuk karena terbuat dari bambu. Jika dilihat dari kejauhan, bangunan ini mirip seperti gubuk atau saung bambu.
Tak hanya itu, para santri juga tidur beralaskan tikar dan berdesakan. Untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK) mereka harus berjalan kurang lebih 200 meter dari lokasi.
"Karena dimakan usia, bambu dan kayu sudah mulai lapuk. Kalau malam, udara dingin juga mudah masuk lewat celah dinding. Santri tidur beralas tikar tanpa kasur serta berdesakan. Pesantren belum bisa merenovasi karena terkendala biaya. Untuk kegiatan MCK pun santri harus melakukannya di tempat yang cukup jauh, sekitar 200 meter dari lokasi pesantren,” tutur Ridwan.
Sementara itu, Pesantren Hidayatul Ihsan hanya memiliki enam orang pengajar. Semua pengajar bekerja secara sukarela. Tak ada bayaran. Akan tetapi pengajar seluruhnya tetap istikamah.