Terkait dengan pembuktian Setnov menerima dana panas sebesar USD7,3 juta, Febri enggan menjawab secara lugas pokok perkara tersebut. Menurutnya, persidangan dan waktu yang akan membuktikan hal tersebut termasuk juga soal putusan sela yang akan dibacakan majelis hakim.
"Kita tunggu saja apa sikap hakim," ujar Febri.
Diketahui Setnov didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1.
Perbuatan Setnov mengakibatkan negara merugi hingga Rp2,3 triliun dari total yang dianggarkan Rp5,9 triliun. Posisi Setnov sebagai ketua Fraksi Golkar saat itu diduga memiliki peran penting dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP yang sedang dibahas di Komisi II DPR tahun anggaran 2011-2012.
Setnov diduga menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk memperkaya diri sendiri bahkan memperkaya orang lain dan korporasi. Dalam dakwaan JPU pada KPK, Setnov telah memperkaya diri sebesar USD7,3 juta dari proyek e-KTP. Adapun dana tersebut diterima Setnov dari para perusahaan anggota konsorsium yang sengaja dimenangkan.