Berturut-turut Luhut meraih pangkat mayor jenderal dengan menjabat Danpussenif Kodiklatad (1996–1997), kemudian sukses menggapai letnan jenderal saat ditunjuk sebagai Dankodiklatad (1997–1998). Sayangnya, karier militer itu berakhir lebih cepat.
Suatu hari utusan Presiden Habibie mendatanginya. Sang utusan memberitahukan bahwa Habibie menginginkan Luhut menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Singapura.
“Saya terkejut dan menjawab, saya harus mendengar sendiri penunjukan itu dari Presiden pribadi,” kata Luhut sebagaimana dituliskan dalam akun Facebook miliknya, dikutip Jumat (25/10/2024).
Luhut akhirnya dipanggil ke Jakarta untuk menghadap Presiden. Disaksikan oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, Habibie mengungkapkan kemauannya tersebut. Mendengar itu, Luhut menyampaikan terima kasih. Namun dia butuh penegasan Presiden. “Saya ingin kepastian, apakah ini penugasan atau penawaran?” Tanya alumnus National Defense University Amerika Serikat ini.
Habibie pun menegaskan pernyataan tersebut sebagai perintah. Luhut lantas memberi hormat kepada Presiden dan menyatakan siap menjalankan penugasan tersebut. Penunjukan ini membawa konsekuensi besar bagi kariernya sebagai prajurit aktif. Dengan menjabat dubes yang merupakan jabatan sipil, Luhut pun mau tak mau harus meninggalkan TNI.
Menjabat dubes tak lama, hanya dalam kurun 1999-2000. Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menunjuknya sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Persatuan Nasional. Luhut menggantikan Jusuf Kalla yang dicopot.
“Pada 24 April 2000 Gus Dur mengambil keputusan yang memunculkan dinamika dalam koalisinya. Gus Dur memecat Jusuf Kalla, Menteri Perindustrian dan Perdagangan dari Partai Golkar dan Laksama Sukardi, menteri BUMN dari PDIP,” tulis Virdika Rizky Utama dalam buku ‘Menjerat Gus Dur’ (halaman 148).