“Tidak terbatas masalah korupsi, MLA juga dapat digunakan dalam memberantas kejahatan perpajakan agar dapat memastikan tidak adanya warga negara atau badan hukum Indonesia yang melakukan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya,” ucapnya.
Selain itu, dalam UU ini di Pasal 8 mengatur mengenai batas kerahasiaan data informasi, dokumen dan barang yang menjadi bagian dari pelaksanaan kerja sama timbal balik terkait masalah pidana. Pengaturan ini merupakan salah satu materi penting yang diajukan oleh Konfederasi Swiss sebagai syarat dalam kesepakatan perjanjian. Perjanjian ini juga menyederhanakan prosedur bantuan hukum timbal balik, khususnya dengan mengurangi persyaratan formal.
“Pemerintah perlu memperbaharui perkembangan terakhir dari praktik pencucian uang yang dilakukan oleh para pelaku di Indonesia yang mana kemungkinan besar Swiss bukan lagi menjadi tempat untuk menempatkan aset, rekening atau uang mengingat sudah beralih ke negara lain,” katanya.
Dia memperkirakan, ada hampir Rp10.000 triliun pajak yang ditarik dari dana warga negara Indonesia (WNI) di Swiss. Angka pastinya, kata dia Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan yang lebih menegtahui.
Melalui UU ini, uang yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh negara bisa kembali ke Tanah Air meskipun perlu waktu dan proses hingga UU ini diterapkan.
“Dan semoga dengan UU ini dasar kekuatan untuk mendapatkan informasi valid pajak dengan mudahnya mengakses data informasi dari orang Indonesia yang taruh uangnya di sana,” katanya.