Harapan itu kian nyata ketika Indonesia bersiap menjadi pemain penting dalam produksi baterai. Sebagai komponen yang menyumbang sekitar 40 persen dari harga kendaraan listrik, baterai memegang kunci besar terhadap penurunan harga.
“Apalagi Indonesia akan produksi baterai. Kalau baterai sebagai komponen 40 persen dari EV turun, maka harga mobil listrik turun ke bawah,” ujar founder MAB ini.
Di sisi lain, derasnya arus produsen kendaraan listrik yang masuk ke Indonesia justru menjadi berkah bagi konsumen. Pilihan semakin beragam, kompetisi semakin ketat, dan harga pun semakin rasional.
“Pasti dengan sendirinya mobil listrik akan lebih murah. Apalagi dengan kompetisi luar biasa seperti sekarang, maka ini sebetulnya masyarakat menikmati haknya untuk membeli mobil listrik dengan murah,” katanya.
Keyakinan itu diperkuat peta persaingan pasar. BYD mencatat distribusi tertinggi dengan total 40.151 unit, diikuti sub-merek premiumnya Denza dengan 7.176 unit, serta Chery dengan 7.065 unit. Ketiganya menjadi motor utama pertumbuhan pasar mobil listrik nasional.
Untuk model, BYD Atto 1 tampil sebagai mobil listrik terlaris sepanjang 11 bulan 2025 dengan capaian 17.729 unit, meski baru mulai didistribusikan pada Oktober 2025. Sebagai city car listrik dengan banderol terendah di jajaran BYD, Atto 1 menjadi simbol bahwa mobil listrik semakin dekat dengan masyarakat luas.
Segmen MPV tetap menunjukkan daya tarik kuat. BYD M6 membukukan distribusi 9.926 unit dan menempati posisi kedua, disusul Denza D9 dengan penjualan 7.176 unit yang menyasar pasar premium.