JAKARTA, iNews.id - Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angga Priancha berbicara soal keharusan transparasi artificial intelligence (AI). Ini demi meminimalisasi risiko yang dapat ditimbulkan teknologi tersebut.
Menurut Angga, dampak penyelenggara AI tidak transparan pernah terjadi, di mana menyebabkan kesalahan fatal di industri penerbangan. Kesalahan ini melihatkan perusahaan Boeing.
"Contoh terjadi di industri penerbangan, Boeing 737 Max; Lion Air 610 dan Ethiopian Airlines 302. Dipasarkan sama seperti Boeing 737 yang berarti cara mengendalikannya sama untuk mengurangi cost pelatihan pilot yang bisa menyebabkan kalah bersaing karena tidak bisa lebih murah dari kompetitor," kata Angga.
Boeing 737 Max lebih tipis membuat nose pesawat dapat turun. Untuk mengatasi itu, Boeing menggunakan AI. Jadi, saat nose turun ke bawah secara tiba-tiba dia akan menstabilkan kembali dengan menaikkannya.
Masalahnya, kata Angga, kesalahan pengoperasian pesawat dapat terjadi saat pilot tidak mengetahui AI ikut andil. Pada akhirnya Boeing 737 Max justru turun dan tidak bisa dikendalikan hingga akhirnya terjadi kecelakaan.
"Dalam konteks ini ketika kita memasarkan sebuah produk yang augmented by AI itu harus transparan. AI hanya tahu apa yang dilihat data dalam komputer, tapi tidak bisa lihat hukum fisikanya. Ini adalah satu hal yang mungkin kalau ada pemasaran produk AI, orang-orang wajib tahu bahwa AI tidak selalu benar karena ia adalah Tools," tuturnya.