Karenanya melihat kondisi demikian, tak heran di Sebatik pembelian uang masih menggunakan dua mata uang, yakni ringgit Malaysia dan rupiah Indonesia. Para pedagang pun tak merasa kerepotan bila ada masyarakat yang membeli barang menggunakan mata uang ringgit, sebab uang ringgit nantinya digunakan untuk mengambil dan menyetok barang dari Malaysia.
Meskipun demikian, memenuhi kebutuhan masyarakat disana pemerintah pusat melalui Tol Laut yang dicanangkan Presiden Jokowi telah mengupayakan barang produk Indonesia untuk sampai ke Nunukan dan Sebatik. Namun karena lokasi yang jauh dan kondisi alam yang tak menentu membuat barang yang tersuplai tak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Aidi mengakui kondisi ini menimbulkan sikap dilematis, sistem tradisional barter trade yang terjadi tak bermaksud mengkriditkan barang dalam negeri. Asalkan suplai barang terpenuhi masyarakat bisa akan mengonsumsi produk lokal.
Sikap sama juga diungkapkan Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Darat, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara (BNPP), Indra Purnama yang mengakui ekonomi masyarakat di sini saling membutuhkan. Kondisi yang berbatasan mengharuskan masyarakat Nunukan dan Sebatik mengandalkan langsung pasokan barang dari Malaysia, terutama pasokan sembako.
“Yah suka tidak suka, kita butuh mereka. Ini bukan persoalan ilegal, tapi untuk kebutuhan perut. Satu sisi pemerintah pusat juga tengah mengupayakan pasokan barang bisa terus disuplai hingga ke sini,” ucapnya.