JAKARTA, iNews.id - Sertifikasi halal wajib dimiliki oleh tiap produk di Indonesia mulai Oktober 2019 nanti, hal tersebut telah ditetapkan melalui Undang Undang No. 33 tahun 2014. Melalui peraturan tersebut, negara telah mengambil peranan dalam perdagangan halal ini yang sebelumnya dipegang oleh lembaga keagamaan.
“Dulu negara tidak mengatur sertifikasi halal. Boleh sertifikasi halal boleh tidak yang melakukan sertifikasi itu LPPOM MUI, lembaga masyarakat keagamaan. Sekarang negara mewajibkan,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah, dalam acara Indonesia Halal Expo (Indhex) 2018, Smesco, Pancoran, Jakarta, belum lama ini.
Namun, beberapa pelaku usaha menganggap hal ini cukup membebani mengingat mepetnya waktu untuk mempersiapkannya. Menanggapi hal tersebut, Ikhsan punya pandangan berbeda.
Menurutnya, pemberlakuan wajib sertifikasi halal kali ini merupakan cara pemerintah menangkap keinginan konsumen. Sehingga dirinya berharap bila pemerintah benar-benar memberi bantuan kepada para pelaku usaha.
“Tidak beban karena ini kemauan konsumen. Kita harus tangkap peluang ini. Caranya dengan negara mengatur, maka negara wajib membantu jangan membebani. Kalau perlu membantu skema, membantu industri terutama UMKM buat ketentuannya,” ujarnya dalam acara Indonesia Halal Expo (Indhex) 2018 beberapa waktu lalu.
Agar kewajiban bersertifikasi halal ini berjalan mulus dan tidak menimbulkan kegaduhan di masyarakat, Ikhsan menilai perlu adanya kerja sama yang bagus antara Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai lembaga pemberi sertifikat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai pemberi fatwah halal, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) sebagai auditor halal.
“Mereka harus bekerja sama agar roda industri produk halal di Indonesia menjadi leading sector. Maka saya mengatakan, bukan hubungan yang vertical, tapi hubungan yang bersama,” ucapnya.