Ini yang Membedakan Krisis Evergrande dengan Lehman Brothers
BEIJING, iNews.id - Sejumlah analis mengatakan, tumpukan utang perusahaan properti China Evergrande dinilai tidak akan menyebabkan dampak yang sama seperti kejatuhan bank investsai Amerika Serikat (AS) Lehman Brothers pada 2008 lalu.
Saham Evergrande yang terdaftar di Hong Kong telah anjlok hampir 90 persen sejak Juli 2020. Ini sebagai dampak dari pemerintah China yang menindak spekulasi di pasar real estate.
Sementara itu, dalam lima hari perdagangan terakhir, saham Evergrande telah terkoreksi lebih dari 20 persen. Investor pun mengamati apakah raksasa real estate itu bisa mendapatkan uang untuk membayar bunga obligasi berdenominasi dolar AS dalam beberapa hari mendatang. Kegelisahan investor telah berkontribusi pada menurunnya pasar saham global pada pekan ini.
Kendati demikian, pengamat menunjukkan perbedaan utama antara krisis Evergrande dan kejatuhan Lehman Brothers. Pertama, pada kepemilikan aset. Evergrande memiliki aset tanah, sedangkan Lehman Brothers memiliki aset keuangan.
Kepala penelitian regional untuk Asia-Pasifik di IGN Rob Cornell mengatakan, Evergrande bukan Lehman dan bukan Long-Term Capital Management (LTCM) yang bangkrut pada 1990-an hingga memicu kepanikan.
"Ini bukan dana lindung nilai dengan posisi leverage besar atau bank yang harga aset keungannya meluncur menjadi nol. Ini adalah perusahaan pengembang properti dengan utang yang cukup banyak, lebih dari 300 miliar dolar AS," kata dia, dikutip dari CNBC, Kamis (23/9/2021).
Dia memperkirakan Evergrande bisa mendapatkan arus kas ke aset fisiknya, sehingga perusahaan dapat menyelesaikan proyeknya, menjual, dan mulai membayar utang. Pada Rabu (22/9/2021), Evergrande mengumumkan akan membayar bunga obligasi dalam denominasi yuan tepat waktu.
"Evergrande menghadapi krisis likuiditas meskipun memiliki aset tanah yang banyak," kata Kepala Ekonom China di Macquarie Larry Hu.
Dia mencatat, aset Evergrande terutama terdiri dari proyek tanah dan perumahan yang bernilai lebih dari 1,4 triliun yuan. Sementara Hu menuturkan, runtuhnya Lehman Brothers menyebabkan jatuhnya pasar keuangan dan menyebabkan pasar meragukan kesehatan bank lain.
"Tapi sangat tidak mungkin kisah Evergrande akan menyebabkan harga tanah jatuh. Bagaimana pun, harga tanah lebih transparan dan stabil daripada instrumen keuangan, terutama di China, di mana pemerintah daerah memonopoli pasokan tanah,” ujarnya.
Dia menuturkan, pemerintah daerah memiliki insentif yang kuat untuk menstabilkan harga tanah. Dalam skenario terburuk, pemerintah daerah dapat membeli kembali tanah, seperti yang mereka lakukan pada 2014-2015.
Perbedaan penting lainnya dalam kasus Evergrande adalah tingkat kontrol dan keterlibatan pemerintah yang lebih besar dalam industri real estat China.
"Bank-bank China dan banyak entitas lainnya adalah yang pertama menjadi senjata pemerintah, perantara berada di urutan kedua. Bahkan keuangan nonnegara dapat dikendalikan ke tingkat yang jarang terlihat di luar China. Kebangkrutan komersial adalah pilihan negara,” kata analis di perusahaan riset China Beige Book.
Keruntuhan Lehman Brothers 13 tahun yang lalu menjadi momen ikonik dari krisis keuangan global. Bank menanggung puluhan miliar dolar AS. Pemerintah AS akhirnya memilih membiarkan Lehman bangkrut, dan menyelamatkan lembaga keuangan lainnya.
Dalam kasus di China, pemerintah berusaha memberikan kesempatan pasar memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian dengan membiarkan lebih banyak pinjaman perusahaan milik negara mengalami gagal bayar. Menurut Hu, pihak berwenang akan bersabar dalam kasus Evergrande karena mereka memiliki dua tujuan untuk mencegah pengambilan risiko yang berlebihan dan menjaga stabilitas di pasar properti.
"Para pembuat kebijakan akan memilih untuk menunggu dulu, kemudian melangkah kemudian untuk memastikan restrukturisasi utang yang teratur. Bailout sangat tidak mungkin dan pemegang saham atau pemberi pinjaman mungkin akan mengalami kerugian besar. Tetapi pemerintah akan memastikan bahwa apartemen prapenjualan selesai dan dikirim ke pembeli rumah," tuturnya.
Hu juga menunjuk pada rekam jejak pemerintah China baru-baru ini dalam merestrukturisasi Anbang Insurance, Baoshang Bank, HNA Group, dan China Huarong Asset Management.
"Sistem perbankan China memiliki keuntungan tahunan 1,9 (triliun yuan) dan provisi 5,4 (triliun yuan), yang dapat dengan mudah menyerap kerugian dari Evergrande," ucapnya.
Selain itu, menurut UBS, dalam kasus Evergrande, pengembang properti memiliki lebih banyak hubungan langsung dengan investor asing. Perusahaan ini memiliki sekitar 19 miliar dolar obligasi luar negeri yang beredar, setara 9 persen dari obligasi China berdenominasi dolar AS. Total kewajiban Evergrande sekitar 313 miliar dolar AS adalah sekitar 6,5 persen dari total kewajiban sektor properti China.
Analis UBS memperkirakan Evergrande akan merestrukturisasi utangnya. Mereka memprediksi harga obligasi akan pulih dari posisi terendah.
Editor: Jujuk Ernawati