Menjajal Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Wow, Begini Rasanya Melaju 352 Km/Jam
Bagi yang pertama kali menjajal kereta cepat, LED ini akan menjadi pusat perhatian. Mata penumpang dipastikan tertuju pada layar untuk mengetahui seberapa cepat kereta yang mereka tumpangi melaju. Magnet kedua yakni kaca jendela. Penumpang akan menikmati nuansa pemandangan yang bergerak sangat cepat.
Stabil. Kata ini tepat untuk menggambarkan atmosfer gerbong ketika kereta cepat ‘melayang’ pada kecepatan 350 km jam. Tak ada hentakan maupun goyangan berarti. Pendek kata, minim getaran.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati yang mengetes kestabilan itu melalui mata uang logam membuktikannya. Uang logam yang diberdirikan di sisi jendela bergeming alias tak roboh saat kereta melaju di atas 300 km/jam.
Ibarat minum segelas kopi belum usai, perjalanan Jakarta-Bandung menjadi sangat singkat dengan kereta cepat. Uji coba Stasiun Halim-Padalarang hanya membutuhkan waktu 30 menit!
Seberapa cepat 30 menit itu? Jika Anda memutar tembang-tembang legendaris dari album ‘Badai Pasti Berlalu’ secara berurutan, niscaya baru sampai lagu ‘Semusim” (Chrisye), kereta telah tiba di Padalarang.
Di era kaset, Semusim merupakan lagu kedua di side B pada album mahakarya kolaborasi Eros Djarot dan Yockie Suryo Prayogo. Dengan kata lain, laksana kaset diputar, baru setengah jalan lebih sedikit sudah rampung.
Dengan analogi sama, Anda baru akan sampai lagu Restoe Boemi jika mendengarkan secara berurutan lagu-lagu dari album ‘Terbaik-Terbaik’ milik Dewa 19.
Padalarang-Bandung dengan Feeder Train

Untuk mencapai Kota Bandung, penumpang turun dan selanjutnya beralih ke feeder train (kereta pengumpan) menuju Stasiun Bandung. Feeder train bercorak hijau merupakan produksi PT Inka. Perjalanan Padalarang-Stasiun Bandung memakan waktu 20 menit. Praktis dengan kereta cepat, Jakarta-Bandung kini dapat dicapai hanya dengan 50 menit alias tidak sampai 1 jam!.
Sama halnya dengan Stasiun Halim, ada beberapa catatan pembenahan untuk pergerakan penumpang dari Padalarang ke Stasiun Bandung menggunakan kereta feeder. Beberapa yang terekam yakni lorong tangga berjalan (eskalator) yang relatif sempit.
Jika saja terjadi peak season sebagaimana situasi arus Lebaran di Stasiun Gambir atau Senen setiap Lebaran, eskalator itu kemungkinan akan penuh sesak yang berimbas pada tersendatnya penumpang. Ada pula satu lekukan lantai di pintu keluar. Jika tidak hati-hati, penumpang bisa kaget karena perbedaan tinggi lantai.
Secara keseluruhan, perjalanan kereta cepat bisa dikatakan tanpa cacat. KCJB yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional akan menjadi quantum leap sektor transportasi Tanah Air.
Terlepas dari berbagai pro-kontra dalam proses pembangunannya, KCJB bukan sekadar hamparan nyata kecanggihan dan modernitas teknologi perkeretaapian, namun juga akan menempatkan Indonesia semakin sejajar dengan negara-negara maju.

Editor: Dani M Dahwilani