OJK Ungkap Kondisi Industri Perbankan di Masa Pendemi Covid-19
BOGOR, iNews.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap kondisi industri perbankan di tengah pandemi Covid-19. OJK memastikan stabilitas industri perbankan di tengah tekanan akibat pandemi Covid-19 yang masih mengancam.
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Anung Herlianto mengatakan bahwa OJK secara intensif melakukan stress test ketahanan perbankan. Berdasarkan hasil stress test per Maret 2021, disimpulkan hanya 7-12 persen nasabah restrukturisasi yang akan bermasalah. Hal itu diperkirakan akan berdampak menurunkan modal perbankan sekitar 1-2 persen.
"Jadi hingga kemarin hasil test menunjukkan turun modal bank relatif kecil. Jadi masih relatif kuat," ujar Anung di Bogor, Minggu (1/5/2021).
Sementara itu, nilai restrukturisasi kredit bank akibat pandemi yang tercatat sudah hampir Rp1.000 triliun. Namun OJK terus mengeluarkan berbagai kebijakan restrukturisasi lanjutan dan juga kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah dan BI. Hasilnya sejauh ini menunjukkan tren sektor usaha sudah mulai membaik, sehingga diyakini dampaknya terhadap perbankan akan berkurang.
"Hasil stress test yang dilakukan OJK bukti dampaknya tidak akan signifikan terhadap permodalan atau CAR perbankan. Jadi kebijakan restrukturisasi tidak berdampak signifikan terhadap perbankan dan malah berhasil menjaga sektor usaha bertahan serta mulai bangkit lagi," ujarnya.
Data OJK menunjukkan per 8 Maret 2021, total outstanding restrukturisasi kredit dari 101 bank hampir mencapai Rp1.000 triliun, tepatnya Rp 999,7 triliun. Sementara 80-90 persennya atau 6,17 juta yang mengajukan restrukturisasi adalah debitur UMKM.
Meskipun pertumbuhan aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun kredit bank memang melandai ketika pandemi. Bahkan hingga Maret 2021 masih -2,14 persen. Hal itu, kata Anung, perbankan makin selektif dalam penyaluran kredit di tengah persepsi tinggi risiko kredit seiring dampak Covid-19.
Pemicunya jelas datang dari sektor kesehatan. Kebijakan apapun dilakukan tidak akan berdampak jika masalah kesehatan Covid-19 ini belum tertangani lebih dulu. Namun bukan berarti kredit tak berjalan. Anung merinci, pada Januari 2021 saja fresh loan atau pinjaman baru yang disalurkan sebanyak Rp95 triliun, Februari 2021 sebanyak Rp114 triliun, dan Maret 2021 sebesar Rp140 triliun.
"Lalu kenapa Maret 2021 kredit masih kontraksi? Ini karena pelunasan dan penghapusan kredit lebih besar dari pada pertumbuhan kredit. Jadi perusahaan tidak mengambil fasilitas justru mengambil pelunasan," bebernya.