Pengusaha Tekstil Keluhkan Maraknya Praktik Impor Ilegal
"Saat ini justru masalah utama kita adalah impor ilegal yang masuk lewat cara borongan/kubikasi, pelarian HS dan under invoicing," kata Redma.
Dia pun memandang kontrol terhadap importir ilegal tersebut seharusnya menjadi kewenangan pemerintah terutama keseriusan dari Dirjen Bea Cukai di bawah Kementerian Keuangan.
"Jika pemerintah menerapkan kebijakan bea masuk 200 persen nanti, harus juga dibarengi dengan perbaikan kinerja Bea Cukai untuk memberantas impor ilegal," ucapnya.
Redma bahkan menyanggah pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa penyebab industri tekstil gulung tikar karena adanya praktik dumping. Dia menilai itu sebagai pengalihan isu lantaran adanya kegagalan dalam mengontrol Direktorat Jenderal Bea Cukai, yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan.
“Kita bisa melihat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan” tuturnya.
Redma mengatakan kinerja buruk Bea Cukai tersebut mengakibatkan adanya peningkatan barang impor tidak tercatat dari China dari tahun 2021 sampai 2023.
"Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map dimana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat 2,7 miliar dolar AS di tahun 2021 menjadi 2,9 miliar dolar AS di tahun 2022 dan diperkirakan mencapai 4 miliar dolar AS di tahun 2023," katanya.
Editor: Aditya Pratama