Sri Lanka Bangkrut, Warga Antre Berhari-hari Bikin Paspor untuk Kerja di Luar Negeri
KOLOMBO, iNews.id - Banyak warga Sri Lanka ingin meninggalkan negara dan keluarganya untuk mencari pekerjaan. Hal itu dipicu ambruknya ekonomi di dalam negeri.
Seorang warga bernama Suvendra Mary dan enam perempuan lainnya naik bus dari kota asal mereka, Badulla atau sekitar 350 kilometer (km) dari Kolombo ke departemen imigrasi dan emigrasi. Mereka berharap bisa mengajukan paspor. Mereka telah mengantre di antara 1.000 orang lainnya yang ingin meninggalkan Sri Lanka.
Mary berharap mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi. Satu-satu tujuannya bekerja di luar negeri adalah supaya bisa mengirimkan uang untuk keluarga yang merasakan beban krisis ekonomi terburuk yang melanda negara itu sejak merdeka dari Inggris pada 1948.
"Saya pikir kami akan bisa mendapatkan paspor dalam sehari, tetapi sekarang kami harus mengantre selama beberapa hari. Saat hujan, kami duduk di bawah payung. Saat cuaca terik, kami berada di bawah payung. Kami tidak meninggalkan tempat kami. Jika kami pergi, orang lain akan mengambil antrean," kata Mary (41), dikutip dari The Guardian, Minggu (26/2022).
Sementara itu, Perdana Menteri Sri Langka Ranil Wickremesinghe sebelumnya telah mengatakan kepada parlemen, setelah berbulan-bulan mengalami kelangkaan, ekonomi Sri Lanka benar-benar runtuh.
Orang-orang yang mengantre berhari-hari untuk membeli bahan bakar dan gas untuk memasak adalah pemandangan yang biasa di sana. Inflasi utama tahunan melonjak hingga 45,3 persen pada Mei tahun ini.
Pemerintah Sri Lanka sedang berjuang mendapatkan pinjaman untuk mengimpor barang-barang penting di tengah protes di seluruh negeri menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri.
Sebuah tim dari Dana Moneter Internasional (IMF) berada di Sri Lanka untuk merundingkan bailout. Tetapi bagi orang-orang seperti Mary, meninggalkan negaranya menjadi satu-satunya pilihan untuk mengalahkan kemiskinan.
Menurut statistik pemerintah, lebih dari 329.000 orang telah mengajukan paspor dari Januari hingga 15 Juni 2022. Tahun lalu, sebanyak 382.504 paspor dikeluarkan dan pada 2020, jumlahnya 207.692.
Chinthaka Pushpakumara, ayah dan pengawas rumah tangga dari Polonnaruwa, terletak sekitar 227 km dari Kolombo, mengatakan ingin ke luar negeri agar ketiga anaknya memiliki masa depan yang lebih baik. Tapi dia khawatir meninggalkan mereka.
"Itu bukan keputusan yang mudah untuk dibuat. Anak bungsu saya baru berusia 1,5 tahun. Saya harus tetap kuat, jika tidak keluarga saya akan menderita," ucap Pushpakumara.
Dia bukan satu-satunya pekerja industri pariwisata yang meninggalkan Sri Lanka, yang sangat bergantung pada pendapatan sektor tersebut. Sanath Ukwatte, mantan presiden Asosiasi Hotel Sri Lanka mengatakan, industri telah kehilangan sekitar 15.000 profesional.
"Kami (pemilik hotel) sangat khawatir, tetapi kami tidak bisa memaksa mereka untuk tetap tinggal. Saat ini kita sedang menghadapi masa yang penuh tantangan," ujarnya.
Sebagian besar profesional industri pariwisata mencari pekerjaan di Maladewa, serta Dubai, Qatar, atau di tempat lain di Timur Tengah.
Warga Sri Lanka yang mencari pekerjaan di luar negeri sebagian besar adalah pekerja semiterampil seperti tukang ledeng, pengemudi, dan mekanik. Pemerintah tahun ini telah mengirimkan 138.460 tenaga kerja terdaftar ke luar negeri dibandingkan dengan tahun lalu sebanyak 122.321 orang. Namun jumlahnya yang tidak terdaftar masih banyak.
Menteri Tenaga Kerja dan Tenaga Kerja Asing Sri Lanka Manusha Nanayakkara mengatakan, warga Sri Lanka pergi ke luar negeri untuk bekerja adalah hal yang baik karena negara itu membutuhkan pengiriman uang asing. Dia menuturkan, toko-toko dan bisnis skala kecil lainnya telah tutup, mendorong banyak orang menjadi pengangguran.
Pada 20 Juni 2022, kabinet menteri mengeluarkan proposal untuk menurunkan usia legal perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di luar negeri dari 25 tahun menjadi 21. Ini untuk mendorong semua pekerja migran mendaftar ke pemerintah.
Namun, meninggalkan rumah mereka bukanlah keputusan mudah. Sebuah video yang dibagikan di media sosial baru-baru ini terukir di benak Pushpakumara.
"Itu adalah video seorang anak kecil yang menelepon ayahnya ketika dia akan berangkat kerja. Saya tidak bisa menonton video sampai selesai. Saya mematikan ponsel saya. Saya tahu saya harus tetap kuat," tuturnya.
Editor: Jujuk Ernawati