FKUI Nilai Kualitas Pelayanan Kesehatan Menurun, Kemenkes Bilang Ini!
Sebelumnya, ratusan guru besar FKUI menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kementerian Kesehatan belakang ini.
Guru besar FKUI memandang kebijakan yang dikeluarkan berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis.
Ketua Dewan Guru Besar FKUI, Siti Setiati, mengungkapkan ketika pandemi Covid-19, ribuan dokter telah bekerja keras menyelamatkan jutaan nyawa. Ketika itu pihaknya juga aktif memberikan masukan berbasis bukti dan edukasi publik sebagai jembatan antara ilmu dan kebijakan.
"Namun, kini kami prihatin karena kebijakan kesehatan nasional saat ini menjauh dari semangat kolaboratif tersebut. Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang muncul justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis, yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pelayanan kesehatan untuk masyarakat," ujar Siti, dalam konferensi pers di Gedung FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).
Dia menegaskan kalau pendidikan dokter bukanlah sebuah proses sederhana, namun merupakan perjalanan akademik panjang yang hanya dapat terwujud melalui rumah sakit pendidikan yang mengintegrasikan pelayanan, pengajaran, dan penelitian sesuai standar global.
Adapun terdapat enam poin alasan pernyataan sikap guru besar FKUI atas keprihatinan saat ini, antara lain:
1. Pendidikan dokter dan dokter spesialis tidak dapat disederhanakan
Menjadi seorang dokter bukan sekadar menjalani pelatihan teknis, melainkan melalui proses pendidikan akademik yang panjang, ketat, bertahap sesuai filsafat kedokteran yang mendasari layanan kesehatan oleh seorang dokter. Pendidikan terbaik dilakukan di fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan yang menjalankan pelayanan dan penelitian sesuai standar global.
2. Penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas memerlukan kerja sama erat dengan fakultas kedokteran
Tanpa sinergi yang baik, kebijakan ini akan menimbulkan ketimpangan kualitas antar dokter, meningkatkan risiko kesalahan dalam pelayanan medis, dan pada akhirnya merugikan pasien dan masyarakat luas.
3. Pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan mengancam ekosistem pendidikan kedokteran
Selama ini, dosen yang juga berpraktik sebagai dokter di rumah sakit pendidikan menjalankan peran layanan, pengajaran, dan riset secara terpadu. Pemisahan peran ini akan merusak sistem yang sudah berjalan dengan baik dan menurunkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran dan dokter muda.
4. Pelayanan kesehatan yang baik hanya dapat diberikan oleh tenaga medis yang dididik dengan standar tinggi
Apabila mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis diturunkan, maka kualitas pelayanan kesehatan akan ikut menurun. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, prevalensi stunting, kasus TB, serta penyakit tidak menular. Pada akhirnya, rakyatlah yang akan menanggung akibatnya.
5. Koordinasi restrukturisasi dengan institusi pendidikan setelah penetapan RS Pendidikan Utama
Ketika RS Vertikal sudah ditetapkan sebagai RS Pendidikan Utama oleh Kemenkes, maka perubahan struktur termasuk pembentukan Departemen dan mutasi staf medis yang ada harus dikoordinasikan dengan pimpinan institusi pendidikan.
6. Kolegium kedokteran harus dijaga independensinya untuk melindungi mutu dan kompetensi profesi
Kolegium sebagai lembaga profesi bertanggung jawab menjaga standar kompetensi dan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis di Indonesia. Kolegium harus tetap mandiri dan bebas dari intervensi kebijakan yang tidak berbasis akademik maupun kepentingan jangka pendek. Jika peran kolegium dilemahkan, maka akan terjadi degradasi kualitas tenaga medis dan hilangnya kepercayaan publik terhadap profesi kedokteran di negeri sendiri.
Editor: Muhammad Sukardi