Jangan Sepelekan Dekubitus pada Lansia, Kenali Dampak dan Pencegahannya
JAKARTA, iNews.id - Dekubitus pada lansia jangan pernah disepelekan karena memiliki dampak serius. Bahkan dekubitus menjadi salah satu isu sosial di Indonesia.
Perlu diketahui, dekubitus, atau luka tekan, merupakan kerusakan pada kulit dan jaringan di bawahnya yang disebabkan oleh tekanan yang berkepanjangan pada kulit. Kondisi ini sering terjadi pada individu yang tidak mampu mengubah posisi mereka sendiri, seperti pasien yang terbaring di tempat tidur atau pengguna kursi roda dalam waktu yang lama.
Dekubitus biasanya terjadi pada area tubuh yang memiliki sedikit lemak dan otot di bawah kulit, seperti tumit, pergelangan kaki, pinggul, dan tulang ekor.
Kementerian Kesehatan mencatat, rasio kejadian luka dekubitus di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara lain di ASEAN, yaitu mencapai 33 persen. Hal ini menjadikan luka dekubitus sebagai salah satu isu sosial di Indonesia.
Apalagi saat ini Indonesia telah memasuki era aging population, di mana jumlah lansia di Indonesia mencapai 11,75 persen dan diprediksi akan terus bertambah mencapai 20 persen dari total penduduk Indonesia di tahun 2045.
Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Kementerian Kesehatan Nida Rohmawati mengatakan, bertepatan dengan peringatan Hari Lanjut Usia Nasional ke 2024 dengan mengusung tema Kesehatan “Lansia sehat dan berdaya untuk Indonesia Emas” menekankan pentingnya peran keluarga dan tenaga kesehatan dalam perawatan lansia terutama yang memerlukan perawatan jangka Panjang untuk pencegahan dekubitus.
"Upaya peningkatan derajat kesehatan lansia akan menjadikan lansia lebih berdaya guna sehingga dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa," kata dr Nida Rohmawati.
Menurut dia, Kementerian Kesehatan telah melakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan tenaga kesehatan dan peningkatan peran keluarga melalui penerbitan berbagai panduan dan juknis, berbagai kegiatan orientasi dan seminar terkait perawatan jangka panjang bagi lansia sebagai salah satu respons menghadapi aging population.
"Meski begitu, inisiatif ini tidak cukup jika hanya dilakukan oleh Pemerintah saja, tetapi juga memerlukan dukungan dari sektor swasta," ujarnya.
Terkait risiko terjadinya luka dekubitus, dr Rinadewi Astriningrum perwakilan dari Kelompok Studi Dermatologi Geriatri Indonesia (KSDGI) mengatakan, lansia dengan kondisi tirah baring yang mobilitasnya terbatas memiliki risiko terkena luka dekubitus lebih tinggi karena adanya tekanan pada area tubuh yang sama dalam jangka waktu yang lama.
"Hal ini dapat diperparah jika menggunakan popok dengan sirkulasi udara yang tidak baik, karena kulit menjadi pengap dan rentan terhadap iritasi. Oleh karena itu, popok yang sirkulasi udaranya baik efektif untuk mencegah terjadinya luka dekubitus," kata dr Rinadewi.
Sementara itu, dalam sambutannya, Takumi Terakawa Presiden Direktur PT Uni-Charm Indonesia Tbk mengatakan, luka dekubitus menjadi salah satu masalah sosial di Indonesia. Hal ini terbukti dari hasil riset yang dilakukan, kebutuhan konsumen terhadap popok yang tidak menimbulkan ruam cukup tinggi.
"Karena itu, melanjutkan upaya di tahun 2023 dengan melakukan riset bersama CRSU-FKUI menuju nol luka dekubitus, bertepatan dengan Hari Lanjut Usia Nasional di tahun ini, kami menghadirkan lifree popok perekat yang telah diperbarui,100 persen terbuat dari bahan breathable," kata dia.
Dalam riset tersebut popok perekat berbahan breathable terbukti dapat mengurangi kelembapan kulit di area sekitar perut (skin moisture) hingga 25 persen dibanding menggunakan popok perekat biasa berbahan vinyl. Lalu kelembapan (humidity) di dalam popok juga membaik 23 persen dibanding popok perekat biasa.
Editor: Vien Dimyati