Kasus Stunting di Indonesia Masih Tinggi, Kenali Penyebab dan Pencegahannya!
Hal senada juga ditegaskan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting. Sering kali orang menghubungkan stunting dengan kemiskinan, karena ini merujuk pada salah satu penyebab terjadinya sanitasi yang buruk dan air minum tidak layak.
“Tapi penelitian menunjukkan, justru yang paling menentukan adalah bagaimana pola asuh di keluarga," kata Direktur Ketahanan Remaja BKKBN Edi Setiawan.
Pola asuh, lanjut Edi, akan diaktualisasikan dengan mencukupi kebutuhan gizi mulai dari ibu mengandung yang kemudian dioptimalkan dengan pemberian ASI eksklusif serta MPASI bergizi, tinggi protein hewani dan aman. “Semuanya balik lagi ke pola asuh, karena pola asuh menentukan pola makan,“ kata Edi.
Mengingat pentingnya memasukkan protein hewani dalam makanan anak sebagai cara untuk mencegah terjadinya stunting, bagaimanakah sebenarnya pemahaman orang tua terhadap hal ini
Dokter spesialis anak, Lucia Nauli Simbolon menjelaskan, masyarakat masih banyak yang belum berani memberikan makanan pertama protein hewani. “Orang tua ketika anak mulai MPASI selalu bertanya apakah makanan pertama tidak buah dulu atau sayur dulu? Mereka menyakini makanan pertama anak adalah buah atau sayur daripada protein hewani,” kata dr Lucia
Padahal, lanjut dia, anak membutuhkan nutrisi makro dan mikro. Makro dari karbohidrat, lemak dan protein. “Untuk karbohidrat, orang Indonesia suka nasi dan makanan yang manis. Padahal karbohidrat bisa juga diganti dengan ubi ungu atau kentang,“ katanya.
Untuk protein hewani bisa berasal dari ikan karena memiliki kadar DHA tinggi yang penting untuk otak. Tapi untuk pembentukan otot, dr Lucia menyebutkan daging merah dan ayam sebagai sumbernya. Sementara sumber lemak juga bukan hanya dari butter atau keju, tapi juga bisa santan.