Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Setahun Prabowo-Gibran: 41,8 Juta Orang Ikut Program Cek Kesehatan Gratis
Advertisement . Scroll to see content

Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Disebabkan karena Asap Rokok dan Polusi Udara 

Jumat, 02 Juni 2023 - 19:10:00 WIB
Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik, Disebabkan karena Asap Rokok dan Polusi Udara 
Mengenal Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Foto: Nhlbi))
Advertisement . Scroll to see content

Faktor Risiko 

Faktor risiko utama PPOK adalah merokok (aktif dan pasif) dan paparan polutan udara, termasuk asap dan zat berbahaya di lingkungan sekitar. Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan prevalensi PPOK mencapai 3,7 persen. 

Inisiatif Global untuk PPOK (GOLD) 2023 memperkirakan angka prevalensi PPOK hingga 2060 akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah orang yang merokok. Selain pengaruhnya pada kesehatan, PPOK juga mempunyai dampak signifikan terhadap ekonomi, baik akibat biaya perawatan atau karena hilangnya produktivitas pasien yang mencapai miliaran dolar setiap tahunnya. 

Guru Besar Departmen Pulmonologi dan Kedokteran Resparasi FKUI Wiwien Heru Wiyono mengatakan, penyebab pertama penyakit paru kronik ini adalah asap rokok dan didukung pengaruh zat lainnya yang ada di udara.

"Bukti nyata sudah ada. Penyakit paru ini akibat merokok. Selama angka merokok tinggi, PPOK akan meningkat. Penelitian kami, pada orang yang tidak merokok itu lebih tinggi angka prevelensinya. Berarti bukan akibat asap rokok saja tapi juga karena polusi. Tapi utamanya karena merokok," kata dr Wiwien.

Dr Wiwien menambahkan, untuk melakukan terapi PPOK memang harus menggunakan gunakan obat seumur hidup. Baik untuk obat asma dan PPOK. "Kalau bisa obat dosis kecil sehingga efek samping gak besar. Biasanya, itu obat hirup, kemudian, dikombinasi, ada yang butuh obat pelengkap singkat, jangka lama, dan jangka lama disesuaikan dengan tipenya," kata dr Wiwien.

Perwakilan Kelompok Kerja Asma dan PPOK, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr. Triya Damayanti mengungkapkan, perburukan PPOK umumnya berkembang secara bertahap dan sering kali tidak terdiagnosis atau tertangani dengan optimal. 

"Untuk mencegah perburukan dan eksaserbasi, serta mencapai hasil pengobatan PPOK sesuai yang diharapkan, diperlukan kesadaran bersama untuk memahami sifat dan perjalanan PPOK, juga untuk mengawali pengobatan PPOK yang tepat lebih dini. Di samping itu, kepatuhan pengobatan pasien ikut mengambil peran penting,” kata Triya. 

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut