Contoh Khutbah Idul Adha 2023, Belajar Berkurban dari Nabi Ibrahim
Selanjutnya, Nabi Ibrahim diberikan anugerah seorang anak yang "halim".
Dalam ayat tersebut, apa arti "halim"?
"Halim" mencakup beberapa sifat, antara lain:
Sabar, Berakhlak mulia, Lapang dada dan Memaafkan orang yang berbuat salah padanya.
Doa Nabi Ibrahim untuk memiliki seorang anak yang shalih benar-benar dikabulkan dengan diberikannya Ismail kepada beliau.
Ketika Ismail dewasa, kisah selanjutnya akan dijelaskan.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab, “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.
Ketika Isma'il mencapai usia yang disebut sebagai "sa'ya," yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja, yaitu tujuh tahun ke atas, Ibrahim sangat mencintainya dan merasa bahwa putranya benar-benar bisa memberikan manfaat. Namun, pada saat Ismail berada pada usia tersebut, Ibrahim menghadapi ujian yang berat.
Ayat ini juga menjadi dalil bahwa penglihatan para nabi dalam mimpi adalah wahyu. Dalam hadits yang mencapai perkataan sahabat Ibnu 'Abbas, disebutkan bahwa "penglihatan para nabi dalam mimpi adalah wahyu." (Syaikh Musthafa Al-'Adawi dalam Tafsir Surat Ash-Shaffaat menyatakan bahwa sanad hadits ini dha'if). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa mimpi para nabi adalah wahyu karena mereka terjaga dari pengaruh setan. Hal ini juga disepakati oleh para ulama. Mimpi selain dari nabi bukanlah wahyu dan tidak bisa dijadikan pegangan. (Majmu'ah Al-Fatawa, 4:30).
Perhatikanlah betapa patuhnya Ismail ketika mendengar mimpi ayahnya untuk menyembelihnya. Dia bersedia bersabar dan mendorong ayahnya untuk bersabar pula.
Mari kita perhatikan Ismail, dia sangat patuh terhadap perintah Allah. Hal ini juga dapat dilihat pada ibunya. Ketika Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di sisi Masjidil Haram, perhatikan apa yang dikatakan oleh istrinya, Sarah, "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?" Ibrahim menjawab, "Ya." Istrinya berkata, "Jika begitu, Allah tidak akan menelantarkan kita di lembah ini." (HR. Al-Baihaqi dalam Al-Kubra, 5:98).
Inilah yang seharusnya menjadi teladan bagi kita, yaitu menjadi patuh, sabar, dan bertawakkal pada Allah. Semoga kita mendapatkan istri dan anak yang patuh pada Allah, sabar, dan sepenuhnya bertawakkal pada-Nya. Dan semoga kita juga menjadi orang yang demikian.