Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (Lihat Fath Al-Baari, 4:251)
4. Mengamalkan doa pada malam Lailatul Qadar
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha melaporkan bahwa dia pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا
“Jika saya mengetahui malam mana yang merupakan Lailatul Qadar, apa yang harus saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
قُولِى: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
“Ucapkanlah: Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Engkau menyukai pemaafan, maka maafkanlah dosaku.” (HR. Tirmidzi, no. 3513 dan Ibnu Majah, no. 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi menyatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Al-Hafizh Abu Thahir menyatakan bahwa hadits ini sahih).
Penjelasan Ibnu Rajab rahimahullah:
و إنما أمر بسؤال العفو في ليلة القدر بعد الإجتهاد في الأعمال فيها و في ليالي العشر لأن العارفين يجتهدون في الأعمال ثم لا يرون لأنفسهم عملا صالحا و لا حالا و لا مقالا فيرجعون إلى سؤال العفو كحال المذنب المقصر
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku