Kisah 2 Saudara Kembar Palestina Sulap Pesawat Bersejarah Israel Jadi Kafe dan Restoran
Para pelanggan mengatakan, mereka tertarik untuk berkunjung setelah melihat foto-foto pesawat yang direnovasi jadi kafe dan restoran itu beredar secara daring. “Sudah lama, saya ingin melihat tempat ini. Saya berharap saya pernah melihat pesawat ini sebelum diubah menjadi kafe,” kata salah satu pengunjung, Majdi Khalid.
Impian si kembar al-Sairafi yang kini berusia 60 tahun itu mengubah pesawat menjadi kafe dan restoran muncul pertama kali pada akhir 1990-an. Kala itu, Khamis melihat pesawat Boeing yang telantar di dekat Kota Safed, Israel Utara.
Pada saat itu, pesawat tersebut sudah menyimpan banyak sejarah. Pesawat itu digunakan oleh Pemerintah Israel dari 1961 hingga 1993. Peswat itu pernah menerbangkan Perdana Menteri Israel, Menachem Begin, ke Amerika Serikat pada 1978 untuk menandatangani perjanjian damai bersejarah Israel dengan Mesir, menurut Channel 12 TV.
Pesawat itu kemudian dibeli oleh tiga mitra bisnis Israel yang bermimpi mengubahnya menjadi sebuah restoran. Akan tetapi, proyek itu batal karena tidak tercapainya kesepakatan dengan pihak berwenang setempat, kata stasiun televisi itu.
Setelah melacak salah satu pemiliknya, Khamis dan Ata setuju untuk membelinya seharga 100.000 dolar AS pada 1999 (sekira Rp 1,44 miliar untuk kurs saat ini). Di luar itu, dua bersaudara itu juga harus merogoh kocek tambahan sebesar 50.000 dolar AS untuk lisensi, perizinan, dan biaya untuk mengangkutnya ke Tepi Barat.
Khamis mengatakan Wali Kota Nablus saat itu, Ghassan Shakaa, dengan cepat menyetujui pemindahan dan renovasi pesawat. Proses pemindahan kala itu memakan waktu 13 jam—yang mencakup pembongkaran sayap pesawat dan penutupan sementara beberapa jalan di Israel dan Tepi Barat.
Kebetulan pada saat itu hubungan Israel dan Palestina relatif tenang karena sedang ada perundingan damai, sehingga pergerakan antara kedua negara relatif mudah. Khamis dan Ata juga menggunakan sebagian pendapatan mereka untuk membangun taman hiburan—termasuk kolam renang dan tempat konser—di sebidang tanah yang sama tempat pesawat itu ditempatkan.
Sebelum membeli pesawat bekas itu, al-Sairafi bersaudara sudah lebih dulu dikenal sebagai pengusaha dan pedagang besi tua yang sukses. Mereka secara rutin melakukan perjalanan dari dan ke Israel untuk membeli potongan-potongan logam yang kemudian mereka jual dan lebur di Tepi Barat. Mereka juga memiliki bisnis pembuangan limbah yang terbilang berhasil.