Kisah 2 Saudara Kembar Palestina Sulap Pesawat Bersejarah Israel Jadi Kafe dan Restoran
Proyek kafe pesawat mereka sempat tertunda setelah pecahnya pemberontakan rakyat Palestina pada akhir 2000 (Intifadah II). Di tengah suasana perang kala itu, Israel mendirikan sebuah pos pemeriksaan militer Israel di dekat kafe pesawat mereka, sehingga mencegah para pelanggan terdekat Nablus mencapai lokasi itu.
“Mereka (tentara Israel) bahkan membangun tenda di bawah sayap pesawat itu,” kata Ata.
Selama hampir 20 tahun, pesawat dan lokasi itu ditinggalkan begitu saja. Setelah pemberontakan mereda pada pertengahan 2000-an, dua bersaudara itu melanjutkan bisnis pembuangan limbah mereka dan taman hiburan kecil di Nablus yang mereka buka pada 2007.
Setelah lebih dari satu dekade menabung, mereka memutuskan pada tahun lalu untuk mulai membangun kembali kafe pesawat. Proses dimulai dari renovasi burung besi itu. Namun, krisis pandemi virus corona menyebabkan pukulan yang keras bagi ekonomi Palestina. Proyek mereka kembali terhenti.
Setelah berbulan-bulan bekerja, pesawat itu hampir siap untuk memberikan layanan penuh bagi pengunjung. Interiornya baru saja dicat. Kafe dan restoran telah dilengkapi dengan listrik dan sembilan meja. Pintu-pintunya terhubung ke dua jalur yang memungkinkan pelanggan untuk naik dengan aman.
Hidung pesawat dicat dengan warna bendera Palestina, sedangkan ekornya diberi warna bendera Yordania.
Untuk kafe, layanannya sudah dibuka sejak Juli. Sementara, untuk restorannya diharapkan bisa dibuka bulan depan. Al-Sairafi juga berencana memasang dapur di bawah badan pesawat untuk menyajikan makanan kepada pelanggan di dalamnya.
Sayangnya, rencana jangka panjang mereka untuk membangun kembali taman hiburan dan kolam renang di lokasi kafe pesawat itu masih jauh dari yang diimpikan. Khamis dan Ata mengaku kecewa karena tidak menerima dukungan keuangan dari Pemerintah Kota Nablus. Kini, mereka sedang mencari investor.
'”Insya Allah, saya berharap proyek (taman hiburan) ini berhasil dan menjadi yang terbaik,” ucap Ata.
Editor: Ahmad Islamy Jamil