Studi: Musim Panas 2023 Paling Membakar dalam 2.000 Tahun Terakhir
Menurut riset tersebut, pada musim panas 2023, suhu daratan di antara 30 dan 90 derajat lintang utara bumi mencapai 2,07 derajat Celsius. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata suhu kawasan tersebut pada era praindustri.
Dalam penelitiannya, para ilmuwan menggunakan catatan stasiun meteorologi sejak pertengahan tahun 1800-an. Mereka mengombinasikannya dengan lingkaran pohon dari ribuan pohon di sembilan lokasi di Belahan Bumi Utara, untuk membuat kembali seperti apa suhu tahunan di masa lalu.
Berdasarkan proksi lingkaran pohon itu, mereka menemukan bahwa musim panas 2023 suhunya 2,2 Celsius lebih hangat dibandingkan perkiraan suhu rata-rata pada tahun 1 hingga 1890.
Pada Januari lalu, para ilmuwan dari Lembaga Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa mengatakan, Tahun 2023 bahkan sangat mungkin menjadi tahun terpanas dalam 100.000 tahun terakhir.
Namun, Esper dan tim ilmuwan Eropa membantah klaim tersebut. Mereka berpendapat, metode ilmiah dalam mengumpulkan informasi iklim masa lalu dari sumber-sumber seperti sedimen danau dan laut serta rawa gambut, tidak memungkinkan untuk dilakukannya perbandingan suhu ekstrem dari tahun ke tahun dalam skala waktu yang begitu lama. “Kami tidak memiliki data seperti itu. Itu pernyataan yang berlebihan,” kata Esper.
Dia mengatakan, pemanasan akibat meningkatnya emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil diperburuk pada musim panas lalu oleh pola iklim El Nino. Fenomena cuaca itu pada umumnya memang menyebabkan suhu global menjadi lebih hangat.
“Kita akan mengalami gelombang panas yang lebih lama dan lebih parah serta periode kekeringan yang berkepanjangan,” ujarnya.
Editor: Ahmad Islamy Jamil