Akademisi Nilai Polisi Termasuk Sipil, Tak Tepat Dilarang Isi Jabatan Sipil
JAKARTA, iNews.id - Akademiki Universitas 17 Agustus, Fernando Emas menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Menurutnya, MK tidak cermat memahami konteks regulasi dan sejarah reformasi sektor keamanan di Indonesia.
“Seharusnya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan uji materi terhadap Undang-Undang harus mendalami dan memahami secara menyeluruh bukan hanya sekedar mengikuti arus keinginan masyarakat,” ujar Fernando dalam keterangannya, Jumat (14/11/2025).
Dia menilai, MK gagal menangkap esensi Undang-Undang Kepolisian, khususnya Pasal 8, serta dinamika reformasi Polri setelah 1998. Dia membandingkan putusan ini dengan sikap MK ketika menguji Undang-Undang TNI beberapa waktu lalu.
Secara hukum, kata dia, Polri dan TNI adalah dua entitas berbeda. Pembatasan jabatan sipil bagi TNI dinilai wajar, tetapi tidak seharusnya diberlakukan kepada Polri yang secara konstitusional dikategorikan sebagai institusi sipil.
“Berdasarkan UU bahwa Polri dan militer berbeda, sehingga sangat wajar kalau membatasi militer di jabatan sipil sedangkan polisi termasuk dalam kategori sipil. Sehingga wajar kalau polisi diberikan untuk menempati beberapa posisi jabatan sipil untuk memaksimalkan kinerja dari suatu Kementerian atau lembaga,” ujarnya.
Dia mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk mengambil langkah korektif lewat penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
“Sebaiknya Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Perppu untuk mengatur beberapa posisi strategis dan penting untuk dapat ditempati oleh anggota Polri karena dibutuhkan sesuai dengan keahliannya,” katanya.
Menurutnya, beberapa jabatan strategis di kementerian dan lembaga memang membutuhkan keahlian teknis kepolisian, sehingga tidak tepat jika MK melarang secara total.
Sebelumnya, MK memutuskan anggota Polri tak bisa lagi menduduki jabatan sipil atas penugasan Kapolri. Dengan begitu, jika ingin menduduki jabatan sipil tersebut, anggota tersebut diharuskan mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu.
Hal tersebut menjadi bagian dari putusan perkara 114/PUU-XXIII/2025 yang melakukan gugatan atas norma pasal 28 ayat (3) dan penjelasan pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian.
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang utama MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025).
Editor: Reza Fajri