Detik-detik Erupsi Gunung Semeru Tak Terdeteksi, Pakar ITS Jelasnya Penyebabnya
Uniknya, Gunung Semeru merupakan gunung api yang biasa mengeluarkan gas beserta material vulkanik setiap 30 - 60 menit, dengan letusan berintensitas kecil. Hal ini yang membedakan Gunung Semeru dengan gunung api lain, seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud.
“Semeru jarang meletus dalam skala besar, karena secara teratur menyalurkan tekanan dan material vulkaniknya dari dalam dapur magma ke permukaan bumi,” jelas Haris.
Hal itu, menurut Haris, dapat dikatakan keuntungan karena pengumpulan tekanan besar di dalam dapur magma dapat sedikit dihindari. Erupsi yang terjadi di Gunung Semeru pasca guguran vulkanik terjadi dan tekanan bagian penutup berkurang, masih berlangsung pada erupsi skala kecil. Hal ini menunjukkan tekanan dan material di dapur magma Gunung Semeru tidak terlalu besar.
Di sisi lain, imbuh dosen asal Blitar ini, karakter tersebut juga harus diwaspadai karena material erupsi hanya terkumpul di sekitar kawasan puncak.
“Sewaktu-waktu longsoran akan mudah terjadi, apabila telah mencapai batas ketidakstabilan lereng,” tambahnya.
Sampai saat ini pun, status Gunung Semeru berada pada level waspada karena aktivitas vulkanik tidak menunjukkan peningkatan signifikan yang mengindikasikan adanya erupsi besar.
Sementara itu, Haris memberikan rekomendasi agar masyarakat selalu waspada dengan gunung Semeru. Tak lupa, ia mengingatkan, agar semua pihak dapat mematuhi peta kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Semeru yang telah dibuat PVMBG. Berdasarkan peta tersebut, dapat diketahui bahwa salah satu area yang paling berdampak dan berpotensi alami kerusakan paling masif adalah Desa Supiturang.
“Di kawasan seperti itu, jika musibah masih terjadi setelah adanya peringatan, tentu menambah keprihatinan kita semua,” tutup dia.
Editor: Puti Aini Yasmin