Gaya Komunikasi Agresif Menanggapi Teror Kepala Babi
Membingkai pihak lain sebagai pelaku. Jika ada kelompok tertentu yang ingin dijatuhkan, false flag ini bisa digunakan untuk menuduh mereka sebagai dalang teror, meskipun mereka sebenarnya tidak terlibat sama sekali. Hal ini menjadi pertanyaan besar di mata khalayak sehingga berharap adanya respons tegas dari pemerintah melalui juru bicara istana.
Kalimat “dimasak saja” menjadi verbal yang di-higlihgt oleh beberapa media sebagai tanggapan Hasan Nasbi. Tak hanya itu, statement tersebut menimbulkan perasaan yang berkecamuk di mata netizen. Gaya komunikasi agresif dirasa kurang pantas untuk diaplikasikan oleh seorang juru bicara istana presiden.
Gaya komunikasi yang agresif sering kali merupakan tanda seseorang yang ingin melindungi ide dan pendapatnya sendiri, serta agar diterima oleh orang lain, bahkan jika itu mengorbankan orang lain (Salmivalli & Nieminen, 2002). Minimnya rasa empati cenderung seseorang untuk mengadopsi gaya komunikasi agresif.
“Dimasak saja” tidak sesederhana statement yang dilontarkan di hadapan media, karena menimbulkan aneka perasaan negatif yang timbul sebagai feedback dalam komunikasi tersebut.
Setiap profesi memiliki kode etik, sama halnya dengan juru bicara yang memiliki marwah tersendiri dalam profesional menyampaikan pesan kepada khalayak. Studi komunikologi seyogyanya telah ditempuh oleh seorang jubir, terlebih jubir istana presiden. Komunikologi merupakan sebuah studi akademik, proses penyampaian dan penggunaan pesan yang memiliki dampak terhadap kehidupan lingkungan sosial.