Hadang Bullying dengan Community Involvement
Suara-suara vokal untuk menyetop perundungan sebenarnya juga seringkali terdengar. Berbagai cara pun dilakukan semua pihak untuk
merespons hal tersebut. Pihak sekolah misalnya, mengantisipasi dengan membuat aturan serta menyampaikan sosialisasi soal bahaya perundungan.
Bahkan, pada awal seleksi penerimaan murid baru, beberapa sekolah meminta orang tua dan murid untuk menandatangani surat bermaterai yang isinya komitmen untuk menghindari perundungan. Dalam proses belajar mengajar dan upacara sekolah, materi soal dampak perundungan sepertinya juga sudah menjadi menu wajib yang disampaikan kepada siswa.
Orang tua juga bertindak preventif dengan menyosialisasikan dan mendidik anak-anak mereka dengan materi ajaran mengenai larangan
perundungan dan dampak negatif yang ditimbulkan. Namun tampaknya dengan melihat sekian kasus yang terjadi, khususnya menilik latar
belakang keluarga pelaku serta sekolah tempat perundungan, aksi-aksi tersebut belumlah cukup.
Tentu ke depannya kita membutuhkan sebuah solusi yang sifatnya sistemik. Dalam hal ini, peran semua pihak sangat dibutuhkan, tidak
hanya sekolah dan orang tua, namun yang tak kalah penting adalah masyarakat.
Seperti kasus perundungan di Tangerang Selatan, tempat kejadian bukan di dalam, melainkan di warung luar sekolah. Dalam wawancara dengan salah satu media, sang pemilik warung mengaku tidak tahu menahu kejadian tersebut. Namun terlepas dari benar atau tidaknya pernyataan itu, hal yang jelas keterlibatan masyarakat (community involvement) menjadi hal krusial untuk dimasukkan sebagai bagian dari grand design strategy dalam mengantisipasi perilaku bullying.