Ini Alasan Darurat Sipil Tak Tepat untuk Tangani Covid-19 Menurut Pakar Hukum
JAKARTA, iNews.id – Rencana penerapan darurat sipil dalam mengatasi pandemi virus corona atau Covid-19 di Indonesia dinilai tidak tepat. Kebijakan ini membawa konsekuensi besar.
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya (UB) Malang Fahcrizal Afandi mengatakan, salah satu konsekuensi dari darurat sipil yaitu sentralisasi kekuasaan. Pendekatan yang dipakai pun dalam perspektif keamanan.
“Kebijakan darurat sipil setara dengan darurat militer dan hanya berada dalam lima kondisi seperti pemberontakan atau kerusuhan bersenjata, kerusuhan, perang saudara, bencana alam dan perang. Wabah tidak bisa masuk aturan ini. Kalau pakai darurat sipil, masyarakat dipaksa patuh," kata Fachrizal saat dihubungi iNews.id, Senin (30/3/2020).
Fachrizal mempertanyakan usulan darurat sipil ini. Sebab, aturan tersebut merupakan produk hukum otoriter yang dulu disebut Regeling Op De Staat Van Oorlog En Beleg (SOB).
Menurut dia, paling tepat yakni menerapkan UU Karantina Kesehatan atau karantina wilayah yang merupakan produk hukum baru.
"Di karantina kesehatan aturannya sebenarnya lebih pas. Harus tetap pakai UU karantina wilayah, atau bikin perpu baru penanganan Covid. Negara bertanggung jawab menyediakan bahan pangan selama pencegahan wabah," ucapnya.