Djoko Tjandra pun bersedia memberikan uang Rp10 miliar melalui Tommy Sumardi kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan dirinya agar bebas masuk ke indonesia terutama kepada pejabat di NCB Interpol Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri.
Seiring permohonan PK itu, Djoko bebas keluar masuk ke Indonesia meski masuk daftar Red Notice. Djoko Tjandra bisa mulus membuat e-KTP dan surat jalan hingga bisa wara wiri dengan aman.
Penegak Hukum Terlibat Red Notice Djoko Tjandra
Atas persoalan Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte dicopot sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional, dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dicopot dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Serta Brigjen Prasetijo Utomo dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Napoleon dan Prasetio ditetapkan tersangka karena diduga menerima 200.000 dolar Singapura dan 270.000 dolar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra. Uang itu untuk menghapus red notice Djoko Tjandra.
Kedua mantan pejabat polri itu menerima uang melalui Tommy sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra. Tommy juga ditetapkan sebagai tersangka kasus itu.
Lurah Grogol Selatan Asep Subhan juga dicopot dari jabatannya lantaran diduga terlibat dalam proses pembuatan e-KTP Djoko Tjandra.
Selain itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) mencopot Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari dan mantan Politisi Partai NasDem Andi Irfan Jaya karena terlibat pusaran kasus tersebut.
Pinangki, dan Andi Irfan ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang sebesar 500.000 dollar AS dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Pinangki menggunakan uang suap dari Djoko Tjandra untuk perawatan kecantikan di Amerika Serikat, hingga sewa apartemen.
Anita Kolopaking selaku pengacara Djoko Tjandra juga terseret dalam kasus ini. Anita Kolopaking ditetapkan tersangka karena kepengurusan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra.