Kisah 3 Murid Tjokroaminoto yang Mengambil Jalan Berbeda: Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo
Pada 9 Mei 1914, Sneevliet mendirikan perkumpulan sosialis Indische Sociaal-Democratische Vereniging (ISDV) yang banyak melakukan propaganda sosialisme dan mendorong tindakan revolusioner anti-imperialisme kepada kaum bumiputera.
Pertemuan Semaoen dengan Sneevliet sudah terjadi pada akhir 1913, di Surabaya. Pemikiran-pemikiran Sneevliat yang radikal sangat memengaruhi Semaoen untuk belajar dan mendalami ilmu marxisme, serta mengorganisir serikat-serikat buruh.
Semaoen lantas mendaftar ISDV dan VSTP cabang Surabaya, pada pertengahan 1914, dan diangkat eksekutif cabang VSTP Surabaya pada awal 1915, menyusul Kongres VSTP yang menyatakan tiga dari tujuh pimpinan pusat VSTP harus bumiputera.
Kegiatan Semaoen dalam ISDV dan VSTP serta SI cabang Surabaya, membuat pekerjaannya sebagai juru tulis di jawatan kereta api pemerintah tertanggu. Akhirnya, pada 1 Juli 1916, dia berhenti dari pekerjaannya dan segera pindah ke Semarang.
Sebagai gantinya, Semaoen ditawarkan menjadi propagandis dan editor surat kabar VSTP untuk kaum bumiputera SI Tetap dengan gaji kerja penuh. Keputusan Semaoen pindah sejalan dengan keinginan SI yang menginginkannya berada di Semarang.
Dalam Kongres SI tahun 1916, Semaoen segera dipindah ke Semarang, dengan kantor pusat Central Serikat Islam (CSI). Dengan hadirnya Semaoen di Semarang, mesin politik SI cabang Semarang menjadi lebih dinamis, dengan perkembangan pesat.
Pada 1916, keanggotaan SI Semarang 1.700 anggota. Setahun kemudian, setelah dipegang Semaoen, menjadi 20.000 orang. Dia juga mengusulkan agar SI-SI di perkotaan membuat tuntutan radikal di bidang kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Usia Semaoen masih sangat muda ketika muncul sebagai tokoh pergerakan revolusioner Indonesia. Pada 1916, saat perjalanan politiknya yang pertama, usianya baru menginjak 17 tahun. Semaoen besar pada masa pergerakan sedang hebat-hebatnya.
Seperti ditunjukkan dalam perjalanan kariernya, Semaoen merupakan jenis pemimpin pergerakan yang baru. Pertama, dia bukan jurnalis yang kemudian menjadi pemimpin pergerakan, seperti Mas Marco Kartodikromo dan pemimpin SI yang lainnya.
Semaoen juga memulai kariernya sebagai pemimpin buruh dan propagandis serikat pekerja yang mempelajari Marxisme sekaligus cara mengorganisir dan memimpin pemogokan buruh dengan profesionel. Kedua, Semaoen bukan keturunan priyayi.