Kisah 5 Dokter Pahlawan Kemerdekaan, Ada yang Pernah Dibuang Penjajah karena Dianggap Berbahaya
Moestop lahir di Ngadiluwih pada 13 Juni 1913. Moestopo menempuh pendidikan di STOVIT (Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi) di Surabaya pada 1937.
Setelah lulus, pada 1937-1941, ia menjadi asisten dosen ortodonsia dan konservasi gigi di STOVIT Surabaya.
Pada 1941, Moestopo menjadi Wakil Dekan STOVIT Surabaya. Setahun kemudian, ia menjadi Wakil Dekan Ika Daigagu Sikabu (Sekolah Tinggi Kedokteran Gigi Surabaya pada masa penjajahan Jepang).
Ia juga sempat ditangkap Jepang yang mencurigainya sebagai mata-mata Belanda. Setelah dibebaskan, Moestopo menerima pelatihan militer Cudanco di Bogor yang tergabung dalam latihan PETA (Pembela Tanah Air).
Ia pun kemudian bertugas sebagai Cudanco di Sidoarjo. Beberapa jabatan pernah diembannya, seperti Daidanco (Komandan Batalyon) di Gresik pada 1944-1945, Kepala BKR (Badan Keamanan Rakyat) Karesidenan Surabaya pada 18 Agustus-18 November 1945.
Tak hanya itu, di bidang pendidikan, Moestopo mendirikan “war correspondence school”, mendirikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, serta di Universita Padjajaran, Universitas Trisakti, dan Universitas Sumatera Utara (USU). Ia bahkan mendirikan Universitas Prof dr Moestopo. Moestopo meninggal dunia pada 29 September 1986.