Kominfo Sebut Live di Medsos Terancam Dilarang, KPI: Distorsi Informasi, Salah Itu
JAKARTA, iNews.id - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengkritik pernyataan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tentang kemungkinan larangan tampil live di media sosial dalam persidangan uji materi Undang-Undang Penyiaran di Mahkamah Konstitusi (MK). Pernyataan ini dinilai keliru.
“Itu distorsi, menurut saya. Distorsi informasi. Dari Kominfo (bicara) menghambat bersosial media, salah itu,” kata Komisioner KPI Pusat Yuliandre Darwis, Kamis (27/8/2020).
Yuliandre menjelaskan, uji materi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang dimohonkan oleh RCTI dan iNews TV pada prinsipnya meminta agar siaran berbasis internet (over the top/OTT) baik asing maupun lokal diatur. Dia menilai pengaturan tersebut diperlukan.
Yuliandre mencontohkan, dalam penyiaran konvensional, seluruh konten lembaga penyiaran diawasi oleh KPI. Berbeda dengan siaran berbasis internet yang hingga saat ini tidak terjangkau aturan.
“Menurut saya itu betul bahwa over the top kalau sudah disahkan sesuai UU Penyiaran, maka jenis brodcasting yang ada di internet harus diatur. Diaturnya bagaimana? Semua televisi streaming diatur. Nah jadi harus fair dengan kondisi itu,” ucapnya.
Seperti diketahui, RCTI dan iNews mengajukan permohonan uji materi (judicial review/JR) UU Penyiaran ke MK. Tujuan uji materi ini yaitu untuk menciptakan landasan hukum bagi tayangan video berbasis internet, tanpa terkecuali baik lokal maupun asing.
Dalam persidangan, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo Ahmad M Ramli menyebut perluasan definisi penyiaran akan mengklasifikasikan kegiatan seperti Instagram TV, Instagram Live, Facebook Live, YouTube Live, dan penyaluran konten audio visual lainnya dalam platform media sosial diharuskan menjadi lembaga penyiaran yang wajib berizin.
Yuliandre mengingatkan, keadilan dalam hukum penyiaran diperlukan karena akan menumbuhkan industri dalam negeri. Kedua, harus ada unsur NKRI dalam UU Penyiaran.
“Masak di media tv streaming orang tv-nya di luar (negeri) tapi tembusnya (bersiaran) di dalam negeri, tapi kenapa enggak diatur? Itu kan enggak fair,” ucapnya.
Corporate Legal Director MNC Group Christoporus Taufik mengatakan, jika uji materi dikabulkan, diharapkan kualitas isi siaran video berbasis Internet dapat dihindarkan dari pornografi, kekerasan serta kebohongan, kebencian, termasuk fitnah (hoaks) dan sejenisnya, yang tidak sesuai dengan kultur bangsa Indonesia yang sesungguhnya dan bahkan berbahaya bagi kesatuan NKRI. Ketentuan ini tanpa terkecuali, untuk penyiaran berbasis internet lokal maupun asing.
Bila judicial review tersebut dikabulkan, Chris berharap isi tayangan video berbasis internet dapat lebih berkualitas, tersaring dari konten kekerasan, pornografi maupun SARA, sehingga setiap konten yang disiarkan dapat dipertanggungjawabkan.
“Putusan uji materi tersebut akan ikut ambil bagian menjadikan NKRI kembali kepada marwahnya sesuai dengan tujuan berbangsa dan bernegara, yang tidak hanya merdeka, tetapi juga bersatu, adil dan makmur sebagaimana jelas tertuang dalam Pembukaan UUD 1945,” ujarnya.
Dari sisi landasan hukum, Chris mengatakan, UU Penyiaran Pasal 1 angka 2 menyebutkan Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
"Dengan tegas disebutkan bahwa penyiaran adalah yang menggunakan spektrum frekuensi radio, sedangkan tayangan video berbasis internet, seperti OTT, media sosial, dan lainnya, juga menggunakan spektrum frekuensi radio," kata dia.
Chris menjelaskan, tayangan lewat mobile juga menggunakan spektrum frekuensi radio, di mana tayangan lewat wi-fi juga menggunakan spektrum frekuensi radio di 2,4GHz.
"UU No 32/2002 dapat dipergunakan sebagai pijakan untuk mengatur tayangan video berbasis internet. Tanpa ada spektrum frekuensi radio, semua tayangan video berbasis internet tidak dapat ditransmisikan, sehingga tidak dapat ditonton," ujarnya.
Dalam penjelasan UU Penyiaran, maksud dan tujuannya mencakup pengaturan teknologi digital dan Internet sebagaimana dengan tegas ditulis di butir 4 yaitu: Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit, Internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran.
Sebagai informasi, isi siaran yang dilarang adalah:
- Bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong;
- Menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalah-gunaan narkotika dan obat terlarang; atau
- Mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Editor: Zen Teguh