Korupsi Merajalela di Indonesia karena 5 Faktor Ini
JAKARTA, iNews.id – Organisasi sayap Perindo, Gerakan Kasih Indonesia (Gerkindo) menggelar diskusi publik bertema ”Menciptakan Politik Bersih Tanpa Mahar untuk Indonesia Sejahtera”. Hadir sebagai salah satu narasumber mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto.
Bibit menyoroti maraknya tindak pidana korupsi terkait praktik politik di Indonesia. Menurut Bibit, ada lima hal yang menyebabkan tindakan korupsi itu terjadi. Faktor pertama, yaitu karena adanya niat dari pelaku korupsi.
"Kenapa orang itu melakukan korupsi. Seseorang akan korupsi manakala dia ada niat," ujar Bibit di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta, Sabtu (3/3/2018). Faktor kedua, adanya kesempatan. Kemudian, politic cost atau biaya politik.
Keempat, lanjut Bibit, kemampuan seseorang untuk berbuat korupsi. Mereka yang memiliki kekuasaan akan lebih mudah melakukan korupsi jika tak mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Faktor kelima, ada yang dikorupsi. Menurut Bibit, ada niat dan kesempatan tak akan berujung korupsi bila memang tidak ada yang dikorupsi. Menjadi sangat berbahaya bila semua faktor itu terpenuhi. "Kalau kelima itu ada, kecenderungan untuk korupsi sangat besar. DPR bahkan dipakai juga untuk itu," katanya sambil mengingatkan kasus yang mendera mantan Bendara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

Bibit melanjutkan, untuk menangkal semua itu tidak bisa hanya dengan niat. Harus ada tindakan nyata agar benar-benar praktik korupsi lenyap. Caranya, membuat peraturan tegas. "Kita harus buat aturan yang tidak bolong-bolong. Penjahat akan melakukan kejahatan kalau cost politic-nya lebih besar daripada payroll (gaji)," ujar mantan Kapolda Kalimantan Timur ini.
Kemudian, biaya kampanye harus dibuat serendah mungkin. Ketiga, penegakan hukum tanpa pandang bulu dan menimbulkan efek jera agar kasus-kasus korupsi tidak terulang lagi. Dalam kontek pemilu, peran Bawaslu dan Panwaslu sebagai lembaga pengawas harus ditingkatkan.
Keempat pendidikan politik ke masyarakat. Sedangkan cara kelima menyangkut pendanaan partai. Sebagai negara yang menganut asas demokrasi, partai politik adalah pilar dalan demokrasi. Namun kegiatan pencalonan wakil rakyat oleh parpol belum dibiayai negara sepenuhnya.
Jika dana itu dikucurkan oleh negara, maka Badan Pemerika Keuangan (BPK) akan mengaudit secara transparan. "Lima langkah tadi itu syarat-syaratnya. Tentunya mahar segala macem yang terjadi justru masih berkisar pada prinsip bisnis atau money politic," kata dia.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Gerkindo Yerry Tawalujan mengungkapkan, diskusi publik merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan Gerkindo. Menurut dia, Indonesia Sejahtera hanya bisa tercapai kalau di bidang politik tidak ada politi uang.
”Tidak ada mahar, tidak ada high cost politic atau politik berbiaya tinggi. Kalau itu tidak ada maka diharapkan politik akan menjadi area pelayanan atau area mengabdi bagi setiap warga Indonesia,” ujarnya.
Editor: Zen Teguh