LPSK Terima 120 Permohonan Minta Perlindungan hingga Juni 2020
Lebih lanjut dia menuturkan, terkait kasus-kasus yang menimpa PMI, LPSK mencatat hanya 25 persen dari jumlah PMI itu yang diberangkatkan oleh agen resmi. Selebihnya, lanjut Yogi, bermasalah dimulai dari proses pengirimannya yang non prosedural.
"Pemalsuan dokumen seperti KTP, paspor dan buku pelayar umum dialami para korban perdagangan orang ini. Pemalsuan sertifikat pelaut yang terungkap oleh Polda Metro Jaya pada bulan Juni lalu membuktikan hal itu. Pemalsuan dokumen merupakan salah satu cara pelaku TPPO mempermudah para korban dipekerjakan," katanya.
Dia menuturkan, jumlah PMI berdasarkan permohonan perlindungan yang masuk kepada LPSK dari 2016 hingga Juni 2020 ada 288 korban. Menurutnya, sebanyak 153 korban adalah perempuan, sisanya pria, sementara korban usia anak perempuan sebanyak 8 orang dan 2 anak laki-laki.
"Bila merujuk pada negara tujuan dari para korban ini, kawasan Timur Tengah masih menjadi wilayah tujuan favorit, yang sebagian besarnya menuju ke Arab Saudi," katanya.
Yogi menjelaskan, terdapat fakta menarik dari kawasan Timur Tengah yaktu adanya korban TPPO yang dikirim ke negara konflik dan rawat perang, seperti Sudan dan Suriah. Para korban perbudakan modern tersebut, kata dia, umumnya mengalami kontrak kerja yang tidak jelas, upah yang tidak dibayarkan, dan waktu kerja yang tidak sesuai ketentuan.