Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Gus Dur Resmi Pahlawan Nasional, Keluarga dan Pesantren di Jombang Sujud Syukur
Advertisement . Scroll to see content

Profil Gus Dur, Presiden ke-4 RI Cucu Pendiri NU yang Ditetapkan Pahlawan Nasional

Senin, 10 November 2025 - 17:10:00 WIB
Profil Gus Dur, Presiden ke-4 RI Cucu Pendiri NU yang Ditetapkan Pahlawan Nasional
Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. (Foto: Dok.iNews)
Advertisement . Scroll to see content

Gus Dur memiliki kegemaran membaca yang luar biasa. Buku-buku karya Ernest Hemingway, John Steinbach, Will Durant, hingga buku Lenin berjudul What Is To be Done tamat dia baca. Selesai dari SMEP, Gus Dur melanjutkan ke Pondok Pesantren Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah selama dua tahun lalu ke Pondok Pesantren Tambak Beras di Jombang. 

Di usia 22 tahun, Gus Dur diberangkatkan untuk menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Setelah itu Gus Dur dikirim belajar ke Al-Azhar University, Kairo, Mesir, Fakultas Syari’ah (Kulliyah al-Syari’ah) dari tahun 1964 sampai 1966, lalu ke Universitas Baghdad, Irak, Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab pada 1966 hingga 1970. 

Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memiliki selera humor tinggi. (Foto: Instagram/ulama.nusantara)
Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur memiliki selera humor tinggi. (Foto: Instagram/ulama.nusantara)

Dia pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya, guna belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Baghdad kurang diakui di sini. Gus Dur lalu pergi ke Jerman dan Prancis sebelum kembali ke Indonesia pada 1971. 

Gus Dur kembali ke Jakarta dan bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yang terdiri dari kaum intelektual Muslim progresif dan sosial demokrat. 

LP3ES mendirikan majalah Prisma di mana Gus Dur menjadi salah satu kontributor utamanya dan sering berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Saat itulah dia memprihatinkan kondisi pesantren karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan dan kemiskinan pesantren yang ia lihat.

Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis, menulis untuk Tempo dan Kompas. Artikelnya diterima baik dan mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. 

Dengan popularitas intelektualnya itu, Gus Dur mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, sehingga dia harus pulang-pergi Jakarta dan Jombang. Pada 1974, Gus Dur mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut